GELORA.ME - Manuver politik Presiden terpilih Prabowo Subianto yang berencana memberikan amnesti dan abolisi kepada sekitar 1.400 orang dinilai bukan sekadar langkah hukum biasa.
Keputusan ini dibaca sebagai strategi cerdas untuk mengonsolidasikan kekuasaan, sekaligus menjadi 'gerak tipu' dalam pertarungan segitiga elit antara dirinya, Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Analisis tajam ini disampaikan oleh Analis Politik & Militer dari Universitas Nasional, Selamat Ginting.
Menurutnya, Prabowo tengah memainkan peran sebagai penyeimbang kekuatan di tengah ketegangan yang terjadi antara kubu Jokowi dan Megawati pasca-Pilpres 2024.
Pemberian amnesti ini, kata Ginting, adalah alat rekonsiliasi politik yang ampuh.
Sasarannya jelas, yakni memulihkan hubungan dengan kelompok yang berseberangan, terutama dari sisa pendukung Ganjar-Mahfud dan Anies-Cak Imin.
Nama-nama seperti Hasto Kristiyanto dari PDIP dan Tom Lembong yang dekat dengan Anies menjadi sinyal kuat dari manuver ini.
"Ini ada pertempuran segitiga antara Prabowo, Megawati, dan Jokowi. Prabowo ini pegang bandul keseimbangan," ujar Selamat Ginting dalam sebuah diskusi di podcast Forum Keadilan TV yang dikutip dari YouTube pada Selasa (12/8/2025).
Langkah ini dipandang sebagai upaya Prabowo untuk menempatkan dirinya sebagai pahlawan bagi PDIP dan kelompok Anies dengan 'menyelamatkan' tokoh-tokoh kunci mereka.
Imbalannya, Prabowo berpotensi mendapatkan dukungan politik yang lebih solid di parlemen, terutama dari PDIP yang diperkirakan tidak akan mengambil posisi oposisi secara penuh.
Jokowi Diduga Tak Dilibatkan
Salah satu sorotan paling menarik dari analisis Selamat Ginting adalah dugaan bahwa Jokowi tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan strategis ini.
Pertemuan hangat antara Prabowo dan Jokowi di Solo pasca-pilpres pun dinilai hanya sebuah "gerak tipu" politik untuk menutupi dinamika yang sebenarnya.
"Jokowi itu tidak diajak bicara soal amnesti. Prabowo hanya melapori masalah luar negeri," ungkap Ginting.
Menurutnya, Prabowo ingin mengirim pesan tegas bahwa ia memiliki keberanian untuk mengambil sikap yang berbeda dari Jokowi, terutama dalam menyikapi perbedaan pendapat di ranah politik.
Hal ini diperkuat dengan kebijakan lain seperti pembatalan perayaan 17 Agustus di IKN dan pemangkasan anggaran IKN, yang dilihat sebagai cara Prabowo secara perlahan membangun citra kepemimpinan yang mandiri.
Ginting bahkan menyebut Prabowo kini "belajar politik gaya Jokowi, di mana kata dan perbuatan bisa berbeda."
Implikasi lebih jauh dari strategi ini adalah potensi reshuffle kabinet besar-besaran antara Agustus hingga Oktober mendatang.
Reshuffle ini, menurut Ginting, bertujuan untuk "mengamputasi" pengaruh Jokowi di pemerintahan secara bertahap.
Dengan merangkul PDIP dan Nasdem, Prabowo sedang membangun fondasi kekuasaan yang kokoh dan stabil untuk pemerintahannya, terlepas dari bayang-bayang presiden pendahulunya.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Prabowo Harus Pecat Nusron Hingga Budi Arie Imbas Gaduh Kabinet
Lanjutan OTT Bupati Koltim Abd Azis, KPK Geledah Kantor Kemenkes
Sosok Fuad Hasan Masyhur, Bos Travel yang Terbelit Kasus Kuota Haji, Ternyata Mertua Menpora Dito Ariotedjo
Dicegah KPK ke Luar Negeri, Eks Menag Yaqut Minta Publik Tak Berspekulasi