Kata Rocky Gerung: Prabowo Diuji Kasus Korupsi, Jokowi Pembohong Berkedok Ijazah!

- Kamis, 25 September 2025 | 17:55 WIB
Kata Rocky Gerung: Prabowo Diuji Kasus Korupsi, Jokowi Pembohong Berkedok Ijazah!




GELORA.ME - Pengamat politik Rocky Gerung menilai Presiden Prabowo Subianto tengah menghadapi ujian terberat dalam penegakan hukum, khususnya dalam memberantas kasus-kasus korupsi yang melibatkan menteri-menteri di kabinetnya. 


Hal ini terungkap dalam wawancara dengan wartawan senior Hersubeno Arief di kanal YouTube Rocky diunggah Rabu (24/9/2025).


Rocky menyoroti beberapa kasus korupsi yang mencuat, termasuk kasus judi online yang melibatkan Budi Arie Setiadi dan kasus dana haji yang melibatkan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.


“Ujian terberat Presiden Prabowo hari-hari ini adalah soal penegakan hukum dalam memberantas korupsi. Kita tahu banyak kasus yang seolah-olah disorot secara lengkap, tapi kemudian perlahan-lahan lenyap sebagai kasus,” ujar Rocky.


Dalam persidangan kasus judi online, terungkap bahwa Budi Arie diduga mendapat alokasi 50% sebagai imbalan setelah situs judi yang seharusnya ditutup malah dijaga. 


Sementara kasus dana haji yang sempat diusut serius oleh Pansus Haji DPR kini “menguap” tanpa tindak lanjut KPK.


Rocky menekankan bahwa kondisi ini menunjukkan tuntutan publik akan kejelasan kasus-kasus korupsi, terutama setelah Prabowo berulang kali menyatakan komitmennya memberantas korupsi dalam berbagai pidatonya.


Pengamat yang kerap memberikan kritik tajam ini memperingatkan bahwa penanganan kasus korupsi bukan hanya soal domestik, tetapi juga menjadi ukuran bagi investor asing.


“Kepastian prosedur hukum untuk mempercepat penyelesaian dugaan korupsi di kabinet Presiden Prabowo bukan sekadar hendak dipamerkan pada publik Indonesia, tapi juga menjadi ukuran bagi investor luar negeri,” jelasnya.


Rocky menyebut investor khawatir jika tidak ada kepastian hukum, uang mereka juga berpotensi dikorupsi. 


Dia mengingatkan kebiasaan era Jokowi yang menyelesaikan kasus korupsi melalui “tukar tambah politik.”


Melihat kondisi ini, Rocky mendesak Prabowo segera melakukan reshuffle untuk menteri-menteri yang bermasalah demi menjaga kepercayaan publik.


“Kendati Presiden Prabowo harus menghitung untung rugi politik dari reshuffle, tetapi demi prinsip keadilan dan memenuhi rasa keadilan publik, menteri-menteri yang bermasalah itu harus [direshuffle],” tegasnya.


Dia menekankan pentingnya membedakan sistem peradilan era Prabowo dengan era Jokowi yang dinilai “amuradal” tanpa kepastian hukum.


Terkait kontroversi ijazah Jokowi yang kembali mencuat, Rocky memberikan analisis tajam. 


Dia menilai argumen pengacara Jokowi, Yakub Hasibuan, yang menyebut penunjukan ijazah bisa menimbulkan kekacauan sebagai “argumen dungu.”


“Yang ingin diketahui publik adalah kejujuran Jokowi, bukan ijazahnya. Kalau Jokowi berulang kali tidak jujur, maka orang menganggap bahkan terhadap ijazahnya dia tidak jujur,” ujar Rocky.


Dia menyebut terbentuknya “pretext” atau pandangan awal di publik bahwa Jokowi adalah pembohong karena banyak janjinya yang tidak terpenuhi.


“Anda menjanjikan 11.000 triliun di kantong, ekonomi bertumbuh 10%, 20 juta lapangan kerja, mobil Esemka. Itu tidak terjadi. Oleh karena itu terbentuk persepsi publik bahwa Jokowi pembohong,” jelasnya.


Rocky menegaskan bahwa sebagai kepala negara, Jokowi wajib mengikuti prosedur administrasi negara, bukan sebagai individu biasa yang bisa menolak menunjukkan ijazah.


Menanggapi pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut wacana impeachment Gibran sebagai “kampungan,” Rocky menilai ini menunjukkan perpecahan di kalangan elite, termasuk purnawirawan TNI.


“Sebagian mendorong pemaksulan, sebagian bersifat netral, sebagian menganggap pemaksulan itu kebablasan,” katanya.


Meski demikian, Rocky menekankan bahwa ide impeachment adalah ide konstitusional yang wajar dalam demokrasi. 


Dia juga memahami perbedaan posisi PDIP dan koalisi Merah Putih terkait hal ini.


Rocky menutup dengan peringatan agar keretakan elite tidak merembes ke masyarakat.


“Yang paling penting jangan keretakan elite ini merempes ke masyarakat. Kita sedang berupaya merapikan demokrasi supaya kalau ada goncangan dalam politik, kita sama-sama paham bahwa kita mesti tidak merusak lembaga-lembaga demokrasi,” pungkasnya.


Dia menegaskan yang tidak normal adalah jika ada pihak yang ingin memonopoli opini publik, bukan adanya perbedaan pandangan dalam demokrasi.


Sumber: JakartaSatu

Komentar