Dalam pertimbangan putusannya, MK menegaskan bahwa menjadikan Kapolri setingkat menteri bertentangan dengan konstitusi. Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan bahwa langkah tersebut tidak sejalan dengan posisi Polri sebagai alat negara yang diamanatkan oleh Pasal 30 Ayat (4) UUD NRI Tahun 1945.
MK menilai, jika Kapolri menjadi setingkat menteri dan bagian dari kabinet, hal ini berpotensi besar mereduksi netralitas Polri. Kepolisian bisa menjadi terlalu dipengaruhi oleh kepentingan politik presiden yang berkuasa. Padahal, sebagai alat negara, Polri harus berdiri di atas semua golongan dan kepentingan, termasuk kepentingan politik presiden, untuk fokus pada pemeliharaan keamanan dan penegakan hukum.
Relevansi Aturan yang Berlaku Saat Ini
MK menyatakan bahwa aturan yang ada dalam Penjelasan Pasal 11 Ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia masih relevan dan perlu dipertahankan. Pasal tersebut menyatakan, "Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya."
Oleh karena itu, MK menyatakan bahwa permohonan para pemohon untuk mengubah substansi pasal tersebut dinyatakan tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian, status dan mekanisme pengangkatan Kapolri tetap mengacu pada peraturan yang berlaku saat ini.
Artikel Terkait
AI Website Builder Rumahweb: Buat Website UMKM Profesional 5 Menit, Mulai Rp25.000/Bulan
10 Kesalahan Isi Daya HP Semalaman yang Bikin Baterai Cepat Rusak
SP3 Kasus Aswad Sulaiman: Alasan KPK Hentikan Perkara Korupsi Eks Bupati Konawe Utara
Korupsi Dana Bansos Rp1,5 Miliar Kemensos: Kronologi Agus Karokaro Kadinsos Samosir Ditahan