OLEH: GUS MAHASIN NURSALIM*
DOA adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan. Dalam agama, doa memiliki arti permohonan, harapan, dan bahkan pujian. Tanggal 16 Juli 2023 kemarin, kita melihat hal menarik saat acara Apel Siaga Perubahan yang diselenggarakan oleh Partai Nasdem di Senayan, Jakarta. Bacapres Anies Baswedan yang diberi kesempatan utama orasi malah memanjatkan doa. Doa itu hampir semuanya diucapkan dalam Bahasa Indonesia.
Mengapa pembacaan doa Anies ini menarik? Anies memilih melakukan pembacaan doa dari pada orasi berapi-api sebagaimana umumnya dilakukan oleh seorang bakal calon presiden. Ini justru menunjukkan adab seorang Anies Baswedan.
Dia tidak mau berpidato panjang berapi-api di hadapan tokoh senior pendiri sekaligus ketua partai yang telah memilihnya menjadi seorang calon presiden, yaitu Surya Paloh. Doa Anies adalah bentuk ke-tawadhu-an Anies kepada Surya Paloh yang secara umur maupun kiprah politik jauh lebih tinggi dibanding dirinya.
Adab Anies Baswedan ini sesungguhnya mengikuti ajaran Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali. Imam Al-Ghazali mengajarkan, bahwa inti dari tawadhu adalah memandang orang lain memiliki kemuliaan lebih dibanding dirinya. Dengan kata lain selalu husnuzon (baik sangka) kepada orang lain.
Bila orang itu lebih muda, “Bisa jadi orang muda itu belum banyak maksiat, sedangkan aku lebih banyak berbuat dosa. Bila orang itu lebih tua, “Dialah hamba Allah yang hidup lebih dahulu sebelum aku dan lebih banyak pengalaman dariku.”
Artikel Terkait
Krisis Pangan Gaza: Fakta Kelaparan & Pelanggaran Bantuan Pasca Gencatan Senjata
Kronologi Lengkap Penculikan Bilqis, Bocah 4 Tahun yang Dijual Rp 3 Juta via Facebook
Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda Rp2 Miliar
Redenominasi Rupiah 2027: Target, Manfaat, Dampak & Risikonya