Lebih mengejutkan, Mahfud mengungkap adanya dugaan praktik transaksional di luar mekanisme resmi. Ia mencontohkan adanya 'biaya' yang harus dikeluarkan anggota untuk mengikuti pendidikan tertentu demi promosi jabatan strategis, seperti pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
"Bahkan, orang ikut Sespim (Sekolah Staf dan Pimpinan Polri) agar dapat Brigjen, dan sebagainya itu bayar. Bayar ke siapa? Ya bayar ke temannya yang ngurus," ujar Mahfud.
Praktik ini sulit terdeteksi karena dilakukan di 'bawah tangan'. "Kalau ditanya di rekeningnya Polri, enggak ada, kan, tidak boleh bayar itu," lanjutnya.
Sistem Jatah Warnai Rekrutmen Akpol
Kritik juga ditujukan pada pintu masuk menjadi perwira polisi melalui Akademi Kepolisian (Akpol). Mahfud menyebut proses rekrutmen calon taruna kini diwarnai sistem penjatahan yang mengabaikan prinsip meritokrasi.
"Jadi rekrutmen mau masuk Akpol juga sekarang sudah pakai jatah-jatahan juga. Sehingga produk-produk beberapa tahun terakhir ini tidak selektif sebenarnya, tapi karena kedekatan hubungan, karena hubungan politik, dan sebagainya," beber dia.
Temuan Sedang Didalami untuk Cari Solusi
Berbagai temuan mengkhawatirkan ini tidak hanya menjadi catatan, tetapi sedang dalam proses pendalaman intensif oleh tim KPRP untuk dicarikan solusi permanen. "Itu semua menjadi bahan diskusi yang cukup mendalam, dan itu nanti akan diputus melalui masukan-masukan," pungkas Mahfud MD.
Artikel Terkait
Rocky Gerung Jadi Saksi Ahli Kasus Ijazah Jokowi, Diminta Kubu Roy Suryo
Solusi Internet Lancar di Luar Negeri: Review 快连 Accelerator untuk Akses Tanah Air
Gatot Nurmantyo Desak Bencana Nasional: Dampak Banjir Bandang Sumatera Lebih Parah dari Tsunami Aceh?
Refly Harun Jadi Kuasa Hukum Roy Suryo di Kasus Ijazah Jokowi: Analisis Lengkap