Polda Jatim secara resmi mengembalikan 39 buku sitaan setelah menuai kritik tajam, terutama karena salah satu buku yang disita—karya Romo Magnis tentang Karl Marx—ternyata isinya justru mengkritik, bukan mempromosikan.
Salah satu buku yang paling disorot adalah 'Pemikiran Karl Max: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme' karya Franz Magnis-Suseno.
Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan buku-buku tersebut dikembalikan setelah dipastikan tidak relevan.
“Setelah dilakukan evaluasi mendalam oleh penyidik, disimpulkan bahwa buku-buku tersebut tidak memiliki kaitan langsung dengan tindak pidana yang disidik,” kata Trunoyudo kepada wartawan, Selasa (30/9/2025).
Ia menambahkan, langkah ini juga sesuai Pasal 46 Ayat (1) huruf a KUHAP, yang mengatur barang sitaan tanpa relevansi wajib dikembalikan kepada pemiliknya.
“Ketika barang bukti tidak relevan dengan perkara, maka harus dikembalikan sebagai bentuk penghormatan terhadap hak pemilik,” jelasnya.
Trunoyudo mengakui, penyitaan memang dilakukan saat penyelidikan awal. Namun setelah dianalisis lebih lanjut, buku-buku itu dinyatakan tidak terkait pidana.
“Penyitaan merupakan bagian dari proses hukum. Namun setelah dilakukan analisis lebih lanjut, penyidik memastikan bahwa buku-buku tersebut tidak relevan dengan tindak pidana. Karena itu, seluruhnya telah dikembalikan kepada para pemilik atau keluarga masing-masing per 29 September 2025,” ujarnya.
Ia menegaskan, keputusan ini sekaligus pesan bahwa penyidik tidak bisa semena-mena menahan barang milik warga.
“Kami ingin masyarakat memahami bahwa setiap tindakan penyidik memiliki dasar hukum. Polri tidak akan menahan atau menyita barang yang tidak berhubungan dengan tindak pidana,” ungkapnya.
Menanggapi polemik yang kadung viral ini, Mabes Polri mengklaim pengembalian buku ini adalah bukti bahwa penyidikan berjalan objektif.
Kritik dari Sejarawan
Sebelumnya, aksi penyitaan buku ini langsung menuai kritik pedas dari Sejarawan, Anhar Gonggong.
Menurut Anhar, tindakan polisi ini menunjukkan kegagalan dalam memahami konteks.
“Nah, saya agak kaget mendengar bahwa polisi menyita beberapa buku dari seseorang termasuk bukunya Magnes, Franz Magnes Suseno. Beliau ini adalah seorang pastor, ahli filsafat. Sekarang masih mengajar di Sekolah Tinggi (Filsafat) Driyarkara, sekolah Katolik yang terbaik,” ujarnya dalam siniar pribadinya, Selasa (23/9/2025).
Menurut Anhar, buku Romo Magnis justru membongkar kelemahan pemikiran Karl Marx, bukan mengajarkan komunisme.
“Judulnya saja dari 'Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Dan yang nulis ini adalah orang yang betul-betul ngerti gitu. Dia orang Jerman yang tapi sudah warga negara Indonesia. Pastor, tahu betul filsafat dan sebagainya,” jelasnya.
Sejarawan senior ini bahkan menertawakan langkah yang dilakukan kepolisian tersebut.
“Jadi ya tolonglah kalau mau melihat (sita) buku harus tahu isinya juga,” katanya sambil tertawa.
Ia mengingatkan, penyitaan buku tanpa memahami isinya justru bisa menimbulkan persoalan baru.
“Karena justru akan menjadi persoalan kalau tidak tahu isinya lalu terus digerebek begitu aja,” sindirnya.
Sumber: suara
Foto: Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko menyatakan kepolisian telah mengembalikan buku yang disita dari tersangka demonstran. (ANTARA/Nadia Putri Rahmani)
Artikel Terkait
Purbaya Ungkap Harga Pertalite Seharusnya Rp 11.700/L dan LPG 3 Kg Rp 42.750
Profil dan Rekam Jejak Abu Bakar Baasyir, Mendadak Temui Jokowi di Solo
DAFTAR 46 Konglomerat Pemilik Patriot Bonds Bocor di Medsos, Ini Kata Danantara!
Ada Manipulasi, Kemenhaj Duga Ada Kebocoran 20-30% Pengadaan Haji, Nilainya Capai Rp 5 Triliun