Said Didu Bongkar Praktik Bancakan BUMN Era Jokowi: Relawan Sakit Diberi Jabatan Demi Biaya Berobat!

- Kamis, 25 September 2025 | 15:35 WIB
Said Didu Bongkar Praktik Bancakan BUMN Era Jokowi: Relawan Sakit Diberi Jabatan Demi Biaya Berobat!




GELORA.ME - Meskipun pemerintah secara resmi menyatakan penunjukan pejabat BUMN melalui proses seleksi yang ketat, mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu melontarkan kritik pedas.


Ia menuding BUMN di era Joko Widodo (Jokowi) dan Erick Thohir telah dijadikan ajang "bancakan" jabatan politis bagi para pendukungnya, mulai dari relawan, "penjilat", hingga "tukang maki".


"Yang merusak BUMN itu memang ya Jokowi, ya Erick Thohir, clear sekali," tegas Said Didu dalam sebuah siniar pada Kamis, 25 September 2025.


Ia menyoroti bagaimana posisi komisaris dengan gaji miliaran rupiah diisi oleh figur-figur yang dinilainya tidak memiliki kompetensi relevan, seperti Tsamara Amany, Grace Natalie, hingga Muhammad Qodari.


Lebih miris lagi, Said Didu mengklaim mendapat informasi mengenai praktik yang sangat tidak etis dan menunjukkan betapa rusaknya sistem saat itu.


Ia menyebut ada seorang relawan pendukung Jokowi yang menderita penyakit parah sengaja diangkat menjadi komisaris bukan untuk bekerja, melainkan agar bisa mengakses fasilitas biaya pengobatan tertinggi yang dimiliki oleh BUMN tersebut.


"Dicarikan BUMN yang biaya pengobatannya tertinggi, kan gila namanya. Untuk mengobati orang itu, bukan mereka bukan untuk bekerja," ungkapnya.


Menurut Said Didu, akar masalah dari "bancakan" ini adalah keberadaan Kementerian BUMN itu sendiri, yang ia sebut sebagai sebuah anomali.


Ia berpendapat bahwa BUMN seharusnya berstatus sebagai lembaga negara yang independen, bukan lembaga pemerintah yang rentan intervensi politik. 


"Musuh utama BUMN adalah intervensi politik," tegasnya.


Praktik-praktik inilah yang menurutnya telah merusak profesionalisme BUMN secara fundamental.


Baginya, pengungkapan ini menjadi justifikasi mengapa reformasi total BUMN di bawah kendali Presiden Prabowo dan lembaga Danantara menjadi sangat mendesak untuk mengembalikan BUMN sebagai lembaga negara yang profesional dan bebas dari kepentingan politik sesaat. 


Said Didu Duga Jokowi Masih Bergerak Lewat Geng Solo di Balik Manuver Dua Periode


Manuver mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendorong relawannya mendukung Prabowo-Gibran selama dua periode dapat dimaknai sebagai upaya menjaga stabilitas politik.


Namun, mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, justru membacanya sebagai sinyal bahaya dan sebuah ancaman terselubung bagi kemandirian Presiden Prabowo Subianto.


Menurut Said Didu, di balik pernyataan tersebut, ada gerakan untuk menghidupkan kembali kekuatan lama yang ia sebut "Geng SOP" (Solo, Oligarki, Parcok).


Pemicu utamanya, menurut analisis Said Didu, adalah pengangkatan Muhammad Qodari sebagai Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP).


"Ini apakah sinyal menyatakan bahwa hidupnya kembali geng SOP?" tanyanya retoris dalam sebuah siniar Forum Keadilan TV dikutip pada Kamis, 25 September 2025.


Ia menyoroti pernyataan pertama Qodari sebagai Kepala KSP, yang secara implisit mengkritik penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan dan lebih mendukung Maruarar Sirait.


"Maruarar Sirait itu yang kita tahu tangan kanannya Aguan oligarki," tegas Said Didu.


Baginya, ini adalah "kode" dari Qodari kepada para oligarki bahwa pintu istana telah kembali terbuka untuk mereka.


Dengan adanya sinyal ini, Said Didu menduga para oligarki kembali percaya diri untuk menggelontorkan dana guna mendukung gerakan politik Jokowi.


Ia mengklaim, sumber pendanaan untuk manuver politik semacam ini berasal dari dua kantong utama, yakni oligarki dan BUMN.


"Kalau Jokowi mau bergerak, maka dia harus punya oligarki yang mendanai, dia harus punya parcok yang mengamankan," jelasnya.


Pada akhirnya, pernyataan "dua periode" ini bukanlah dukungan tulus, melainkan sebuah perintah halus dari Jokowi kepada Prabowo.


"Wahai Prabowo, kalau kau mau maju 2029, maka kau harus dengan anakku Gibran. Itu perintahnya," pungkas Said Didu.


Tudingan ini merupakan analisis tajam dari Said Didu. 


Pihak Istana Kepresidenan dan Muhammad Qodari belum memberikan tanggapan resmi terkait interpretasi ini.


Sumber: Konteks

Komentar