Menurutnya, meski baru sebatas tahapan survei awal, namun proyek eksplorasi panas bumi berisiko mengurangi ketersediaan air, merusak ekosistem, hingga memicu potensi bencana.
“Gunung Lawu masih aktif. Jika dieksploitasi berlebihan, dampaknya bisa fatal. Air yang disedot untuk proyek akan mengurangi kebutuhan warga sehari-hari,” jelasnya.
Selain masalah lingkungan, warga juga khawatir muncul konflik sosial. Isu jual-beli lahan mulai merebak di sejumlah desa, termasuk Gumeng dan Anggrasmanis.
“Ada yang tergiur menjual tanah, ada yang menolak. Situasi ini bisa menimbulkan gesekan antar warga,” ungkapnya.
Pemerintah pusat berkali-kali menegaskan panas bumi sebagai energi bersih masa depan. Namun, bagi masyarakat Karanganyar, label 'energi hijau' tidak menjamin ramah lingkungan.
Mereka menilai, tanpa kajian ekologis mendalam, proyek geothermal justru bisa mengancam keberlanjutan hidup warga lereng Lawu.
Selama ini keberadaan gunung Lawu mendapat tempat tersendiri di hati masyarakat. Bahkan sejak ratusan tahun, baik itu terkait budaya, kearifan lokal atau sumber alamnya yang melimpah.
“Termasuk sumber daya airnya mampu menjadi tumpuan hidup masyarakat lereng Lawu yang ada di dua provinsi yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur,” pungkas Yannuar.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Setyo Budiyanto Resmi Pensiun Polri, Ini Daftar 22 Perwira di Jabatan Sipil Pascaputusan MK
Nomor Resmi Kemenkeu 0815 9966 662 untuk Konfirmasi Aduan Pajak, Jangan Takut!
Sanae Takaichi Picu Krisis, China Serukan Boikot Wisata ke Jepang
KPK Sita 24 Sepeda, Jam Tangan Mewah, Jeep Rubicon, dan BMW Milik Direktur RSUD Ponorogo