Oleh: Ali Syarief*
Meminjam satire Rocky Gerung, PSI mengajukan Judicail Review kepada MK, untuk mengubah batas usia Calon Presiden dari 40 tahun menjadi 35 tahun, yaitu Kaesang mengajukan JR kepada Pamanda Anwar Usman, untuk Kakanda Gibran, supaya bisa di cawapreskan. Potret Ilustrasi klop dengan definisi terminologi “Dynasty Jokowi”.
Menjadi pengetahuan kita semua, bahwa Jokowi pernah mengatakan; “keluarga saya tidak tertarik dengan politik”. Tetapi tidak lama setelah itu, Gibran berminat untuk ikut mencalonkan diri menjadi Walikota solo. Ia bahkan mendongkel calon lain, Ketua PDIP Solo, yang telah lama mengintai poisisi itu, karena menjadi seperti konvensi politik, Walikota Solo identik dengan Petinggi/Ketua PDIP Kota Solo.
Kalau saja Sang Gibran itu bukan anak Presiden Jokowi, maka mustahil bocah cilik itu (Istilah Panda Nababan) akan berhasil menjadi Walikota Solo. “Anak Jokowi dan Partai Pengusung, menjadi kunci kesuksesan Gibran”, semiotika ini bisa disepakati oleh nalar normal.
Selanjutnya, bukan saja Sang kaka Gibran, anak perempuannyapun, melalui suaminya Bobi Nasution, berhasil menjadi Walikota Medan. Polanya sama dengan Gibran. Diusung oleh PDIP dan melabeli menantu Presiden Jokowi, yang kemudian juga menjadi kunci keberhasilannya. Bobi Nasution-pun, termasuk pada kriteria bocah ingusan Panda Nababan. Ia berhasil karena ihtiar/endorsed dari PDIP.
Mereka berdua tidak pernah punya pengalaman politik maupun pernah berorganisasi di masyarakat, seperti Bapaknya sebagai anggota Kadin Kota Solo.
Anak bungsu Jokowi, juga mulai masuk keranah politik. Tiada hujan tiada angin, dalam waktu dua hari setelah diberi KTA PSI, Kaesang langsung dipilih/ditetapkan sebagai Ketua PSI. Anak ingusan si bungsu ini, telah membuat Megawati, menurut penuturan Ade Armando, meradang dan murka. Bahkan menunjuk-nujuk Ganjar Pranowo dengan tongkat saktinya Bung Karno, karena elektabilitasnya melandai.
Dari iluastasi itu, ada siluet yang bisa dibaca yaitu “dialektika sekeluarga, Jokowi dan anak-anaknya”.
Bukankan Bapak dahulu telah terang-terangan menyampaikan kepada public, bahwa kami tidak tertarik dengan politik?, dialektika dalam pikiran anak-anaknya. Perisitiwa ini adalah pelajaran yang tidak langsung tetapi verbal mengenai “kemunafikan”.
Artikel Terkait
KPK Tangkap Gubernur Riau Abdul Wahid dalam OTT: 10 Orang Diamankan, Uang Tunai Disita
3 Jalur Alternatif Jogja Wonogiri 2024: Cepat, Aman & Bebas Macet
KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid: Fakta Terbaru dan Konfirmasi Resmi 2025
Fakta Aksi Joget Anggota DPR di Sidang Tahunan 2025: Bukan Gaji Naik, Ternyata Ini Penyebabnya