Kasus ini berawal dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji dari Pemerintah Arab Saudi. Kuota tambahan ini kemudian dibagi menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Mekanisme ini diduga kuat melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan proporsi kuota seharusnya 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus.
Praktik korupsi diduga terjadi dengan cara perjualbelian kuota haji khusus. Biro travel diwajibkan menyetor commitment fee senilai USD 2.600–7.000 per kuota (setara Rp41,9 juta–Rp113 juta) kepada pejabat Kemenag. Transaksi ini diduga dilakukan melalui asosiasi travel dan diserahkan secara berjenjang.
Pengembangan Kasus dan Bukti Baru
KPK berhasil menyita dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar pada 8 September 2025. Aset ini diduga dibeli oleh pegawai Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag menggunakan uang hasil commitment fee.
Penyidik masih memeriksa keterangan dari berbagai pihak dan menelusuri dugaan keterlibatan biro travel di berbagai daerah seperti Jawa Timur, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Tanggapan dan Harapan Ke Depan
Hingga berita ini diturunkan, juru bicara KPK Budi Prasetyo belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan praperadilan tersebut. Masyarakat dan penggugat berharap proses hukum dapat berjalan transparan dan menuntaskan kasus korupsi kuota haji yang diduga melibatkan oknum pejabat tinggi ini.
Artikel Terkait
SBY Klaim Bisa Meramal Masa Depan dengan Futurology, Prediksi BRICS Indonesia Terbukti
Amien Rais Klaim Jokowi Tidak Punya Ijazah, Tanggapi 8 Tersangka Baru
PDIP Bantah Keras Hoaks WA Hasto Soal Soeharto: Ini Faktanya
Sepupu Bobby Nasution, Dedy Rangkuti, Bakal Jadi Saksi Kunci di Sidang Suap Proyek Jalan Sumut