Bunga Utang China 20 Kali Lipat Lebih Mahal dari Jepang
Anthony memberikan indikasi kuat mark-up yang bermula dari keputusan Presiden Jokowi menggeser Jepang dan memilih China sebagai kontraktor. Awalnya, tawaran Tiongkok (US$5,5 miliar) bersaing dengan Jepang (US$6,2 miliar). China akhirnya ditunjuk pada 2016 dengan janji skema business-to-business (B to B) tanpa membebani APBN.
Namun, janji itu pupus pada 2021 ketika pemerintah mengeluarkan Perpres No. 93/2021 yang membuka pembiayaan APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) dan penjaminan untuk proyek KCJB.
Indikasi mark-up paling mencolok terletak pada perbandingan bunga utang:
- Jepang: Bunga 0,1% per tahun.
- China: Bunga 2% per tahun (20 kali lipat lebih mahal).
Akibatnya, pemerintah harus menyiapkan US$90 juta per tahun untuk bunga utang China, jauh lebih besar dari bunga utang Jepang yang hanya US$4,5 juta.
Pembengkakan Biaya Proyek dan Ancaman Gagal Bayar
Proyek ini juga mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,2 miliar, sehingga total nilai proyek mencapai US$7,22 miliar. Biaya per kilometer Whoosh mencapai US$50,5 juta, jauh lebih mahal dari proyek sejenis di China yang berkisar US$17-30 juta per km.
Lebih parahnya, kelebihan biaya yang dibiayai utang (sekitar US$900 juta) dikenai bunga lebih tinggi lagi, yakni 3,4% per tahun. Total bunga pinjaman proyek kereta cepat Whoosh kini mencapai US$120,6 juta per tahun.
“Tidak heran, PT KCIC saat ini megap-megap karena tidak mampu membayar bunga utang dan masuk kategori default atau gagal bayar,” pungkas Anthony.
Sumber: Inilah.com | Foto: Antara
Artikel Terkait
Kebakaran Terra Drone: Misteri Pemetaan Sawit Ilegal & Bencana Sumatera Terungkap?
Visa Kartu Emas AS: $1 Juta untuk Izin Tinggal, Benarkah Adil? Analisis Kontroversi
BGN Tanggung Biaya Perawatan 21 Korban Kecelakaan Mobil MBG di SDN Kalibaru
Kecelakaan SDN 1 Kalibaru: 20 Siswa dan Guru Terluka Ditabrak Mobil Pengangkut MBG