Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyesalkan ribuan anak keracunan menu Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Ini bukan perkara jumlah, sebab menurut Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, DR Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA, Subs Kardio(K) mengatakan bahwa satu anak keracunan saja sudah menjadi masalah.
"Apalagi ini terjadi pada ribuan anak di Indonesia," katanya kepada Disway.
Diperlukan evaluasi secara menyeluruh atas program ini dan memastikan program yang sedang berjalan itu tepat sasaran terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) di Indonesia.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, DR Dr Hikari AMbara Sjakti, SpA, SubsHemaOnk(K), menyampaikan, IDAI siap bekerjasama dan berkolaborasi dengan pemerintah, sekolah, dan masyarakat untuk memastikan program MBG benar-benar memberikan manfaat kesehatan, gizi, dan masa depan yang lebih baik bagi anak Indonesia.
Karena itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan keprihatinan mendalam atas maraknya kasus keracunan makanan pada anak sekolah dalam kegiatan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah.
Program MBG sejatinya bertujuan mulia untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan anak Indonesia, namun kejadian keracunan ini terus berulang yang justru menimbulkan risiko serius bagi keselamatan anak.
Bahkan, ada balita dan ibu hamil juga yang terkena dampaknya, sehingga kelompok rentan ini sebaiknya turut dimasukkan dalam perhatian utama.
Dalam surat terbuka untuk Badan Gizi Nasional, IDAI menegaskan bahwa:
1. Keselamatan anak dan kelompok rentan adalah prioritas utama. Anak, balita, dan ibu hamil merupakan kelompok rentan yang harus dilindungi dari risiko keracunan makanan.
2. Keamanan pangan harus diutamakan. Proses penyediaan, pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi makanan wajib mengikuti standar keamanan pangan (food safety) untuk mencegah kontaminasi.
3. Kualitas gizi dan keseimbangan menu perlu dijamin. Menu MBG seyogyanya disusun oleh ahli gizi anak dengan memperhatikan kebutuhan nutrisi anak untuk mendukung tumbuh kembang optimal.
4. Pengawasan harus diperketat. Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) beserta seluruh kelengkapannya harus tersertifikasi dan senantiasa dimonitor serta dievaluasi oleh Badan Gizi Nasional.
5. Prosedur mitigasi dan layanan aduan kasus keracunan harus disiapkan dalam program MBG. Perlu disiapkan prosedur mitigasi kasus keracunan melibatkan pemerintah, sekolah, dokter spesialis anak, tenaga kesehatan, dan masyarakat. Pemberdayaan layanan aduan masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah yang ada.
Diketahui, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat per 25 September 2025 terdapat 5.914 korban keracunan MBG.
Wakil Kepala BGN Bidang Komunikasi Publik dan Investigasi, Nanik S. Deyang, pun meminta maaf sambil menangis.
"Dari hati saya yang terdalam saya mohon maaf, atas nama BGN, atas nama seluruh SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) di Indonesia, saya mohon maaf," kata Nanik saat konferensi pers, Jumat, 26 September 2025.
Sumber: disway
Foto: Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, DR Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA, Subs Kardio(K) mengatakan bahwa satu anak keracunan saja sudah menjadi masalah.-Istimewa-
Artikel Terkait
Said Didu Kena Musibah, Minta Bantuan Masyarakat Cari Motornya yang Hilang
Kondisi Terkini Kebakaran di Tamansari Jakbar, Petugas dan Warga Masih Berjibaku Padamkan Api
WOW! Jabatan Mentereng Bahlil di Panggung Dunia, Pimpin Pemuda Masjid Bareng Eks Presiden Singapura
Penganiaya Kurir Paket di Bekasi Serahkan Diri ke Polisi