Video promosi Divis Humas Polri bertajuk 'Pahlawan Masa Kini' yang
menglorifikasi anggotanya sendiri, mendapat peringatan komunitas atau
Community Notes di media sosial X.
Dalam catatan itu disebutkan, anggota polisi banyak terlibat kasus
pembunuhan, sehingga kontras terhadap narasi Divisi Humas Polri soal
anggotanya sebagai pahlawan masa kini.
Divisi Humas Polri mengambil langkah berani dengan meluncurkan video promosi
berbasis artificial intelligence alias AI bertajuk 'Pahlawan Masa Kini',
video yang diunggah di platform X (sebelumnya Twitter), Minggu (22/6/2025).
Untuk diketahui, video tersebut dirilis untuk menyambut HUT ke-79
Bhayangkara yang jatuh pada 1 Juli mendatang.
Tujuannya mulia, menampilkan citra heroik polisi sebagai pelindung dan
pengayom masyarakat.
Namun, alih-alih menuai pujian, kampanye digital ini justru menjadi bumerang
dan memicu badai kritik dari warganet.
Video ini seolah ingin menunjukkan bahwa di era digital, narasi kepahlawanan
pun bisa dikemas secara futuristik.
Tapi, pesan yang ingin disampaikan tampaknya gagal diterima oleh audiens
yang kini semakin kritis dan mendambakan otentisitas.
Narasi Heroik Polri di Dunia AI
Secara konsep, video promosi ini kaya akan simbolisme.
Divisi Humas Polri mencoba membangun narasi bahwa polisi adalah pahlawan
tanpa jubah yang selalu hadir di setiap lini kehidupan masyarakat.
Pesan pembukanya sangat kuat: “Polisi adalah sosok pahlawan masa kini. Tanpa
jubah, tanpa sorotan mereka berdiri di garda terdepan, melindungi masyarakat
dari segala bentuk kejahatan dan marabahaya.”
Visual AI yang disajikan pun penuh dengan kiasan kepahlawanan. Sosok polisi
bersayap digambarkan menjaga anak-anak sekolah, melambangkan perlindungan
terhadap generasi masa depan.
Dalam adegan bencana banjir, polisi tampil sebagai penyelamat yang sigap.
Lalu, polisi diposisikan sebagai penjaga kebenaran di dunia maya dari
ancaman hoaks.
Digambarkan pula anggota Polri sebagai figur yang memberikan ketenangan dan
harapan bagi mereka yang terluka.
Video ditutup dengan penampilan jajaran polisi dalam kostum layaknya
superhero, diiringi slogan pamungkas: “Polri untuk masyarakat, melindungi,
mengayomi, dan melayani tanpa henti.”
Video Divisi Humas Polri dapat catatan komunitas X. Tak hanya itu, Grok atau
AI milik Elon Musk juga memberikan kritik terhadap video tersebut.
[Suara.com/X]
Bukan Pujian, Malah Banjir Cibiran
Ironisnya, narasi heroik yang dibangun dengan susah payah melalui teknologi
AI ini runtuh seketika di kolom komentar.
Warganet, terutama dari kalangan milenial dan Gen Z, justru melihatnya dari
sudut pandang yang sama sekali berbeda.
“Kenapa pake AI min? Emang gak ada footage lagi mengayomi masyarakat
beneran? Ini nanya beneran ya min,” tulis akun @PHN3***.
“Anggaran segini banyak masih aja bikin video dari AI, mana hasilnya jelek
banget lagi,” komentar @snack***.
“Udah editannya jelek, kinerjanya juga jelek,” sindir akun @Mick***, secara
langsung menghubungkan kualitas video dengan kinerja institusi di dunia
nyata.
Sentilan 'Community Notes' X
Tak hanya itu, salah satu unggahan Divisi Humas Polri di platform X bahkan
mendapat peringatan dari fitur Community Notes.
Fitur ini memungkinkan pengguna untuk menambahkan konteks atau koreksi pada
unggahan yang dianggap bisa menyesatkan.
Pada sebuah unggahan promosi, muncul catatan komunitas yang secara gamblang
mengingatkan publik akan sisi kelam institusi.
Catatan tersebut menyoroti fakta bahwa terdapat sejumlah kasus pembunuhan
yang justru melibatkan oknum anggota kepolisian sebagai pelakunya.
"Pada twit ini polisi mengklaim sebagai pelindung masyarakat, namun terdapat
banyak kasus pembunuhan dilakukan oleh anggota kepolisian," demikian catatan
komunitas yang diterakan X.
Untuk diketahui, jika kolom komentar bisa dianggap sebagai opini personal,
Community Notes X memiliki bobot lebih karena merupakan hasil kolaborasi dan
verifikasi pengguna yang disematkan langsung di bawah unggahan resmi.
Peringatan ini menjadi bukti nyata betapa publik kini memiliki alat untuk
menantang narasi sepihak dan menuntut akuntabilitas.
Tak hanya itu, terdapat pula penjelasan dari Grok, yakni AI milik X terhadap
konten Divisi Humas Polri tersebut.
Polisi adalah sosok pahlawan masa kini. Tanpa jubah, tanpa sorotan mereka berdiri di garda terdepan, melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan dan marabahaya. pic.twitter.com/FuBwZQCBpx
— Divisi Humas Polri (@DivHumas_Polri) June 22, 2025
Sama seperti catatan komunitas X, Grok juga memperingatkan keterlibatan
anggota Polri dalam sejumlah kasus pembunuhan.
Grok juga ikut memberikan penilaian terhadap video Polri tersebut yang
berbasiskan AI.
Berikut 3 penilaian Grok terhadap unggahan Divisi Humas Polri
tersebut:
- Teknis Seni: Visual dramatis dengan efek AI seperti sayap bercahaya menarik perhatian, mirip iklan global seperti Nike. Namun, penelitian menunjukkan iklan AI sering dianggap kurang autentik dan mudah dilupakan, berisiko mengurangi dampak.
- Etik: Iklan menggambarkan polisi sebagai pahlawan, tetapi bertentangan dengan laporan korupsi dan kekerasan polisi, berpotensi menyesatkan dan melanggar pedoman etik AI Indonesia yang menekankan kejujuran dan prevensi bahaya.
- Kenyataan Lapangan: Iklan menonjolkan peran pelindung, didukung beberapa aksi komunitas polisi di X. Namun, realitas korupsi dan ketidakpercayaan publik menciptakan kesenjangan, memicu skeptisisme terhadap narasi heroik. https://grok.com.
Sumber:
suara
Foto: Video Divisi Humas Polri dapat catatan komunitas X. Tak hanya itu,
Grok atau AI milik Elon Musk juga memberikan kritik terhadap video tersebut.
[Suara.com/X]
Artikel Terkait
PBB Naik hingga 1.000 Persen, Gerakan Rakyat Cirebon Siapkan Demo Besar-besaran
Sudewo Makin Terjepit! 5 Fakta Terbaru Hak Angket Bupati Pati yang Bikin Geger Senayan
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya
Heboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tayang: Sabtu, 16 Agustus 2025 08:53 WIB Tribun XBaca tanpa iklan Editor: Valentino Verry zoom-inHeboh Yusa Cahyo Utomo Donorkan Organ Tubuh Usai Divonis Mati PN Kediri, Ini Alasan dan Sosoknya Tribunjatim.com/Isya Anshari A-A+ INGIN DONOR ORGAN TUBUH - Yusa Cahyo Utomo, terdakwa pembunuh satu keluarga, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (13/8/2025) siang. Yusa mengaku menyesali perbuatannya dan berkeinginan menyumbangkan organ tubuhnya kepada sang keponakan yang masih hidup, sebagai bentuk penebusan kesalahan. WARTAKOTALIVE.COM, KEDIRI - Jika seorang terdakwa dijatuhi vonis mati biasanya tertunduk lesu, ada pula yang menangis. Lain halnya dengan Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Kediri, Jawa Timur. Tak ada penyesalan, bahkan dia sempat tersenyum kepada wartawan yang mewancarainya usai sidang vonis oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025). Dengan penuh percaya diri, Yusa Cahyo Utomo ingin mendonorkan organ tubuhnya usai dijatuhi vonis mati oleh majelis hakim. Baca juga: Alasan Pembunuh Satu Keluarga Tak Habisi Anak Bungsu, Mengaku Kasihan Saat Berusaha Bergerak Tentu ini cukup aneh, namun niat Yusa Cahyo Utomo ini ternyata ada makna yang besar. Donor organ tubuh adalah proses yang dilakukan untuk menyelamatkan atau memperbaiki hidup penerima organ yang mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi organ. Biasanya, orang akan secara sukarela menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan. Saya berpesan, nanti di akhir hidup saya, bisa sedikit menebus kesalahan ini (membunuh) dengan menyumbangkan organ saya, ucapnya dilansir TribunJatim.com. Baca juga: Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Ternyata Masih Saudara Sendiri, Ini Motfinya Kalau saya diberikan hukuman mati, saya siap menyumbangkan semua organ saya, apapun itu, imbuhnya. Yusa Cahyo Utomo merupakan warga Bangsongan, Kecamatan Kayen, Kabupaten Kediri. Ia adalah seorang duda cerai dengan satu anak. Yusa merupakan pelaku pembunuhan terhadap satu keluarga di Dusun Gondang Legi, Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, pada Desember 2024. Yusa menghabisi nyawa pasangan suami istri (pasutri) Agus Komarudin (38) dan Kristina (34), beserta anak sulung, CAW (12). Anak bungsu korban, SPY (8), ditemukan selamat dalam kondisi luka serius. Yusa mengaku ia tak tega menghabisi nyawa SPY karena merasa kasihan. Tersangka meninggalkannya dalam kondisi bernapas. Alasannya dia merasa kasihan pada yang paling kecil, ungkap AKP Fauzy Pratama yang kala itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Kediri, masih dari TribunJatim.com. Hubungan Yusa dengan korban Kristina adalah kakak adik. Pelaku merupakan adik kandung korban. Namun, sejak kecil, Yusa diasuh oleh kerabat lainnya di Bangsongan, Kecamatan Kayen. Selama itu, Yusa tak pernah mengunjungi keluarganya yang ada di Pandantoyo, Kecamatan Ngancar. Dikutip dari Kompas.com, motif Yusa menghabisi Kristina dan keluarganya karena masalah utang dan rasa sakit hati. Yusa memiliki utang di sebuah koperasi di Kabupayen Lamongan sebanyak Rp12 juta dan kepada Kristina senilai Rp2 juta. Karena Yusa tak memiliki pekerjaan dan utangnya terus menumpuk, ia pun memutuskan bertemu Kristina untuk meminjam uang. Kristina menolak permintaan Yusa sebab sang adik belum melunasi utang sebanyak Rp2 juta kepadanya. Penolakan itu kemudian memicu rasa sakit hati bagi Yusa hingga merencanakan pembunuhan terhadap Kristina dan keluarganya. Buntut aksi kejamnya, Yusa tak hanya divonis mati, pihak keluarga juga enggan menerimanya kembali. Sepupu korban dan pelaku, Marsudi (28), mengungkapkan pihak keluarga tak akan menerima kepulangan Yusa. Keluarga sudah enggak mau menerima (jika pelaku pulang), ungkapnya. Kronologi Pembunuhan Rencana pembunuhan oleh Yusa Cahyo Utomo terhadap Kristina dan keluarganya berawal dari penolakan korban meminjami uang kepada pelaku, Minggu (1/12/2024). Sakit hati permintaannya ditolak, Yusa kembali ke rumah Kristina pada Rabu (4/12/2024) dini hari pukul 3.00 WIB. Ia menyelinap ke dapur di bagian belakang rumah dan menunggu Kristina keluar. Saat Kristina keluar, Yusa lantas menghabisi nyawa kakak kandungnya itu menggunakan palu. Suami Kristina, Agus, mendengar suara teriakan sang istri dan keluar untuk mengecek. Nahas, Agus juga dibunuh oleh Yusa. Aksi Yusa berlanjut dengan menyerang anak Kristina, CAW dan SPY. Namun, ia membiarkan SPY tetap hidup sebab merasa kasihan. Usai melancarkan aksinya, Yusa membawa barang berharga milik korban, termasuk mobil dan beberapa telepon genggam. Ia kemudian kabur ke Lamongan dan berhasil ditangkap pada Kamis (5/12/2025). Atas perbuatannya, Yusa dijatuhi vonis mati buntut pembunuhan berencana terhadap Kristina dan keluarga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Yusa Cahyo Utomo dengan hukuman mati, kata Ketua Majelis Hakim, Dwiyantoro dalam sidang putusan yang berlangsung di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (13/8/2025), pukul 12.30 WIB, masih dikutip dari TribunJatim.com.