"Perdebatan makin panjang karena pendukung kereta cepat beralasan kondisi geografis berbeda. Di Arab Saudi jalannya datar dan gurun pasir, sementara di Indonesia harus membor gunung dan melewati jalur berkelok, wajar kalau biayanya lebih besar," jelas Adi.
Dugaan Pembengkakan Biaya dan Peralihan Vendor
Namun, faktor teknis tersebut dinilai tidak serta-merta menutup kritik publik, terutama soal dugaan pembengkakan biaya yang pernah disinggung oleh Prof. Mahfud MD. Diskursus mengenai efisiensi biaya antara proyek di Indonesia dan negara lain terus bergulir hingga saat ini.
"Polemik juga mencuat karena dulu proyek ini awalnya mau digarap Jepang, tapi tiba-tiba dialihkan ke Cina," tambah Adi.
Masa Depan Pembiayaan Whoosh di Era Prabowo
Adi juga menyinggung pernyataan Menteri Keuangan Puraya Yudha Sadewa yang menegaskan bahwa pemerintah era Presiden Prabowo Subianto tidak ingin membayar utang proyek tersebut menggunakan APBN. Pernyataan ini semakin memperjelas kompleksitas masalah pembiayaan Whoosh.
Sebagai penutup, Adi menyatakan, "Andai saja cerita tentang Whoosh tidak dibayangi utang, tentu proyek ini akan lebih diapresiasi. Sayangnya, kenyamanan dan kebanggaan nasional itu masih bergaransi dengan utang yang fantastis dan kisruh yang belum berkesudahan."
Artikel Terkait
Bupati Lamteng Ardito Wijaya Goda Wartawati Kamu Cantik Hari Ini Usai Jadi Tersangka KPK
Analisis Anton Permana: Dasco dan Sjafrie Bukan Rival, tapi Dua Pilar Penopang Prabowo
Bencana Ekologis Aceh & Sumatera: Penyebab, Seruan Beli Hutan, dan Aturan Hukumnya
Klaim Bombshell Rismon Sianipar: Kasmudjo Tak Kenal Jokowi Sama Sekali, Ijazah UGM Dipertanyakan