Namun pada kenyataannya, secara teknis dilaksanakan di lokasi-lokasi yang tidak mendukung iklim kita. Sebagaimana ia contohkan, tanaman pangan tidak cocok di tanah gambut, akan tetapi pelaksanaannya justru di tanah gambut.
Akmal membuktikan, bahwa lahan untuk berbagai tanaman seperti pangan, horti maupun lainnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, ternyata lahan yang digunakan tidak mencukupi sumber airnya.
Kurang lebih tiga tahun kini tidak menghasilkan apa yang menjadi tujuan dan harapan food estate tidak tercapai. Bahkan kerusakan lingkungan hutan malah menjadi masalah baru.
“Saya sangat menyayangkan, pemerintahan Presiden Jokowi kembali memasukkan food estate dalam anggaran ketahanan pangan 2024 yang ditetapkan sebesar Rp 108,8 Triliun meski program ini dinilai gagal,” kritis Akmal.
Pria kelahiran Bone ini mengatakan bahwa dirinya di Komisi IV akan mengkritisi program food estate ini dan dari sisi anggaran akan diusulkan tidak disetujui jika belum ada hasil dan evaluasi dari program sebelumnya yang banyak gagal.
“Kami menemukan 2 hal besar persoalan food estate yakni intensifikasi pertanian terkait meningkatkan indeks pertanian yang tidak berjalan baik dan persoalan ekstensifikasi pertanian yang bermasalah,” tutup Andi Akmal Pasluddin.
Sumber: tvOne
Artikel Terkait
Bupati Lamteng Ardito Wijaya Goda Wartawati Kamu Cantik Hari Ini Usai Jadi Tersangka KPK
Analisis Anton Permana: Dasco dan Sjafrie Bukan Rival, tapi Dua Pilar Penopang Prabowo
Bencana Ekologis Aceh & Sumatera: Penyebab, Seruan Beli Hutan, dan Aturan Hukumnya
Klaim Bombshell Rismon Sianipar: Kasmudjo Tak Kenal Jokowi Sama Sekali, Ijazah UGM Dipertanyakan