Putusan N.O. ini mengundang analisis terhadap beberapa asas fundamental dalam penegakan hukum:
- Asas Mala in Se: Menyatakan bahwa suatu pelanggaran atau kejahatan tetaplah pelanggaran, dan harus dinyatakan demikian oleh putusan pengadilan yang berkepastian hukum, terlepas dari waktu.
- Fungsi Hakim sebagai Alat Kontrol dan Temuan Hukum: Hakim tidak hanya terpaku pada alat bukti formal (convicton raisonee), tetapi juga dapat menggunakan keyakinannya (conviction intime) berdasarkan hati nurani.
- Asas Notoire Feiten (Fakta Notoria): Merujuk pada bukti atau fakta yang telah diketahui secara umum oleh publik.
- Asas Ius Curia Novit: Setiap hakim dianggap tahu hukum (the court knows the law) dan tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara dengan alasan hukum tidak ada atau tidak jelas, sesuai Pasal 10 UU Kekuasaan Kehakiman.
Proses Hukum Sebelumnya dan Kendala Investigasi
Perkara ini bukan pertama kali diajukan. Sebelumnya, telah ada gugatan perdata (2023) dan laporan dugaan tindak pidana pemalsuan ijazah ke Bareskrim Mabes Polri (Desember 2024). Proses penyidikan pidana sempat dihentikan sementara (SP3) dengan kesimpulan awal bahwa dokumen ijazah "identik dengan asli" berdasarkan analisis manual. Meski kemudian dinyatakan telah melalui uji digital labfor dalam Gelar Perkara Khusus, metode dan transparansi proses ini dipertanyakan akuntabilitasnya.
Asas Ultimum Remedium dan Problem Penegakan Hukum
Dalam teori hukum, terdapat asas Ultimum Remedium (sanksi terakhir). Asas ini menegaskan bahwa hukum pidana seharusnya menjadi pilihan terakhir jika upaya hukum lain (perdata atau administrasi) tidak efektif. Kasus ini menyoroti "problem of trust in law enforcement" atau masalah kepercayaan publik pada penegak hukum. Penerapan asas ini dianggap vital untuk memulihkan ketertiban umum dan kepastian hukum, terutama setelah adanya penetapan tersangka dalam kasus terkait.
Kesimpulan: Antara Retorika Hukum dan Pencarian Keadilan
Rangkaian peristiwa hukum ini—mulai dari penolakan gugatan, penghentian penyidikan, hingga kompleksitas yurisdiksi—menunjukkan bahwa teori dan asas hukum seringkali hanya menjadi retorika. Tujuan hukum untuk mencapai kepastian hukum (legaliteit), kemanfaatan (utility), dan keadilan (gerechtigheid) terasa sulit diwujudkan. Solusi yang realistis adalah dengan mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam pengawasan hukum secara intensif dan sesuai koridor norma, tanpa anarkisme, untuk mendorong akuntabilitas dan transparansi proses hukum di Indonesia.
Artikel Terkait
Doktif Tersangka Pencemaran Nama Baik Richard Lee: Kronologi Lengkap & Pasal UU ITE yang Dijeratkan
SBY Minta Publik Stop Bandingkan Penanganan Banjir: Bencana Tidak Bisa Dibandingkan
Mutasi TNI 2025: Letjen Widi Prasetijono, Eks Ajudan Jokowi, Diproses Hukum Kasus TPPU
Jokowi Tegas Soal Ijazah Palsu: 5 Pernyataan Keras, Mediasi Tertutup, dan 3 Nama Tak Dimaafkan