Jaksa KPK memaparkan bahwa Topan mengusulkan dua proyek besar tersebut ke dalam perubahan APBD 2025 meskipun dokumen teknisnya belum lengkap dan proyek tidak tergolong mendesak. Kedua proyek itu adalah:
- Peningkatan struktur jalan Ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu (Nilai: Rp96 miliar)
- Peningkatan struktur jalan Ruas Hutaimbaru–Sipiongot di Paluta (Nilai: Rp69,8 miliar)
KPK menilai adanya permainan ketika spesifikasi saluran beton diubah dari tipe DS3 menjadi DS4 setelah sebuah pertemuan di Brothers Caffe. Tipe DS4 ini diduga hanya dapat dipenuhi oleh kedua perusahaan pemberi suap, sehingga perubahan ini dianggap sebagai cara untuk "mengunci" mereka sebagai pemenang.
Instruksi untuk Memenangkan Perusahaan Tertentu
Puncak dari dugaan persekongkolan terjadi pada 26 Juni 2025. Saat itu, Topan didakwa memerintahkan Rasuli agar dua paket pekerjaan itu segera ditayangkan di e-katalog dan memastikan kedua perusahaan tersebut menang. Dalam dakwaan, Topan bahkan menggunakan istilah "mainkan" sebagai bentuk instruksi.
Meskipun HPS, spesifikasi teknis, dan KAK belum selesai, staf Dinas PUPR tetap menginput paket proyek ke sistem SIRUP LKPP pada hari yang sama dan melakukan negosiasi hingga malam hari.
Ancaman Hukum dan Tahap Selanjutnya
Topan, Rasuli, dan Heliyanto didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman untuk pasal-pasal ini adalah penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.
Topan dan Rasuli saat ini ditahan di Rutan Kelas I Medan. Sidang lanjutan dijadwalkan pada 26 November 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi.
Artikel Terkait
Wuling Darion PHEV Review: 1.216 Km Bali-Jakarta Tanpa Isi Bensin, Benarkah?
Kritik Anto Kusumayuda: Ancaman Otoritarianisme Prabowo dan Bahaya KUHAP Baru
Turis Meninggal di Bali Diduga Keracunan Pestisida Kutu Busuk: Kronologi & Daftar Korban
Keracunan Kutu Busuk di Bali Tewaskan Turis Muda, 10 Lainnya Dirawat