Namun, pertemuan tersebut hanya dihadiri oleh satu pihak, yaitu KGPH Hangabehi. Situasi menjadi tidak terduga ketika tiba-tiba muncul prosesi pengikraran dan penobatan. Tedjowulan mengaku baru mengetahui rencana itu saat diminta menjadi saksi di tengah keramaian.
Karena banyak yang maju untuk melakukan sungkem, ia akhirnya memberikan restu secara spontan. Meski demikian, ia menegaskan bahwa dari awal dirinya sama sekali tidak mengetahui rencana penobatan yang dilakukan secara mendadak tersebut.
Penegasan Proses Suksesi yang Sah
Menanggapi klaim tandingan dari KGPH Purbaya yang juga menyatakan diri sebagai PB XIV, Tedjowulan kembali menekankan pentingnya menunggu masa berkabung minimal 40 hari. Ia menilai klaim dari kedua belah pihak sama-sama belum sah secara adat.
Sebuah penobatan yang sah, menurutnya, harus dilakukan dalam lembaga resmi keraton melalui prosesi lengkap, termasuk duduk di dampar. Selama prosesi ini belum terlaksana, gelar Pakubuwono XIV belum dapat disandang oleh siapapun.
Harapan untuk Musyawarah dan Kerukunan Keluarga
Tedjowulan berharap semua pihak dapat mengedepankan kerukunan dan kembali duduk bersama untuk membahas masa depan Keraton Surakarta. Ia menyatakan kesiapannya untuk membuka komunikasi, termasuk dengan kubu KGPH Purbaya.
Ia menegaskan bahwa proses suksesi harus berjalan sesuai adat, sambil berharap visi lima tahun ke depan bagi keraton dapat disusun melalui musyawarah keluarga yang utuh dan tidak terburu-buru.
Artikel Terkait
Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang Ditangkap KPK: Kronologi, Modus Suap, dan Analisis Akademisi
Viral Zikir di Candi Prambanan, Pengelola Tegaskan Hanya Ibadah Hindu yang Diizinkan
Aksi Buruh Jakarta Tolak UMP 2026: Said Iqbal Sebut Strategi Tunggu Respons Pemerintah
Inara Rusli Ungkap Alasan Damai dengan Insanul Fahmi: Pernikahan Kami Sudah Sah Secara Agama