Gerakan Pemuda Aswaja kini tengah mempersiapkan langkah hukum untuk melaporkan Trans7 ke Kepolisian. Mereka juga akan berkoordinasi dengan lembaga advokasi santri dan badan hukum NU untuk menyusun gugatan perdata.
“Kami tidak anti kritik atau satire. Tapi ada batas antara kritik dan penghinaan. Pesantren adalah lembaga yang melahirkan ulama, kiai, dan tokoh bangsa. Jika pesantren dihina, berarti nilai-nilai bangsa ikut dilecehkan,” tegas Nur Khalim.
Dukungan dari Pengasuh Pesantren
Sejumlah pengasuh pondok pesantren besar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten juga turut menyoroti kasus ini. Kiai Ahmad Syafi’i dari Ponpes Al-Miftah menilai Trans7 telah melanggar etika publik dan moral penyiaran. “Media harus punya tanggung jawab sosial. Jangan sampai untuk mengejar rating, mereka menabrak nilai-nilai agama dan tradisi masyarakat,” katanya.
Refleksi Kebebasan Media dan Tanggung Jawab Sosial
Kontroversi ini membuka ruang refleksi tentang hubungan antara kebebasan media dan penghormatan terhadap tradisi keagamaan. Di satu sisi, para santri menuntut penghormatan terhadap pesantren. Di sisi lain, ada harapan agar polemik ini tidak membatasi kebebasan berekspresi.
Namun bagi Pemuda Aswaja, persoalan ini adalah tentang mengembalikan tanggung jawab moral media. “Kami tidak ingin menutup ruang kritik. Tapi jangan menjadikan pesantren bahan olok-olok. Media besar seharusnya jadi contoh bagaimana menghormati keberagaman,” pungkas Nur Khalim.
Publik kini menunggu langkah konkret Trans7 dalam membuktikan komitmennya terhadap etika jurnalistik dan tanggung jawab sosial.
Sumber: https://suaranasional.com/2025/10/14/hina-pesantren-pemuda-aswaja-seret-trans7-ke-meja-hijau/
Artikel Terkait
Purbaya Berani Bilang: Hanya Prabowo yang Saya Patuhi, Pihak Lain Saya Tidak Peduli!
Xpose Trans7 Dilaporkan ke Polisi: Dituding Hina Santri dan Kiai, Terancam UU ITE
Mahfud MD Endus Pelanggaran Hukum di Proyek IKN: Pemerintah Diminta Bongkar Penyimpangan!
Wanita Surabaya Tipu Bos Rp 6,3 M lewat Chat WhatsApp dengan Dewa, Begini Modusnya!