Istri mendiang aktivis HAM Munir, Suciwati, melontarkan tudingan yang sangat keras terhadap proyek penulisan ulang sejarah yang digagas pemerintah. Ia secara terang-terangan menyebut proyek ini adalah upaya Presiden Prabowo Subianto untuk 'cuci bersih dari dosa-dosanya' dan membersihkan nama mantan mertuanya, Presiden ke-2 Soeharto.
Menurut Suciwati, narasi sejarah baru ini sengaja dibuat untuk memuluskan jalan bagi Soeharto agar bisa ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Suciwati tidak main-main dalam melontarkan kritiknya. Ia melihat ada agenda politik tersembunyi di balik proyek penulisan ulang sejarah nasional ini.
"Kita melihat kecenderungan dari penulisan sejarah ini hanya cuci bersih dari dosa-dosanya Prabowo dan bagaimana dia ingin mendorong mantan mertuanya mau dinarasikan bahwa orang ini bagus, baik, dia itu bapak pembangunan," kata Suciwati saat ditemui di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Dengan membangun narasi positif tersebut, menurutnya, pemerintah akan lebih mudah untuk melegitimasi pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, sebuah wacana yang selama ini selalu menuai kontroversi.
Suciwati menegaskan bahwa para aktivis HAM sudah pasti akan menolak keras proyek ini. Namun, ia mengaku pesimis jika harus berharap pada parlemen.
"Sebagai masyarakat yang berakal sehat, saya pikir harusnya ditolak itu. Dan DPR, MPR saya hopeless juga sih pada mereka, apa yang kita harapkan," kritiknya tajam.
"Meskipun mereka bilang wakil rakyat, makan uang rakyat, tapi nggak jelas kerjanya. Karena hanya kerja untuk partai," sambungnya.
Sejarah Versi Penguasa Penuh Kebohongan
Lebih jauh, Suciwati menyebut bahwa sejarah pergantian rezim di Indonesia selalu diwarnai dengan kebohongan yang ditulis oleh penguasa. Ia mencontohkan kasus pembunuhan suaminya sendiri, Munir Said Thalib, yang janjinya akan dituntaskan oleh setiap presiden, tapi tak pernah terealisasi.
"Rekam jejak di mana rezim ini silih berganti, yang ditulis selalu kebohongan," ujarnya.
"Bahkan terhadap kasus Munir udah berapa kali presiden berjanji kan, kita lihat juga itu hanya kebohongan kemudian yang dimunculkan. Nah kita mau berharap apa?"
Pada akhirnya, Suciwati menegaskan bahwa sejarah sebuah bangsa tidak boleh ditulis oleh penguasa yang sedang berkuasa, karena hasilnya pasti akan bias dan tidak objektif.
"Bukan hanya kecemasan, ini justru harusnya tidak boleh. Sejarah itu tidak boleh penguasa yang menulis," tegasnya.
Menurutnya, sejarah harus ditulis oleh para sejarawan dan pihak-pihak independen yang kompeten, yang berani menyuarakan kebenaran, termasuk suara para korban pelanggaran HAM berat yang selama ini coba dibungkam.
Sumber: suara
Foto: Aktivis sekaligus istri mendiang Munir, Suciwati. [Suara.com/Lilis]
Artikel Terkait
Gaji Anggota DPR Tembus Rp3 Juta Per Hari, Warganet Bandingkan dengan Nasib Guru Honorer
Dedi Mulyadi Minta Tunggakan PBB Dihapus, Warganet: Jangan Cuma Wacana!
Wamen Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BUMN Tak Dapat Tantiem
KPK Pastikan HP yang Disita dari Rumah Gus Yaqut Akan Dibuka, Apa Isinya?