Karena membantu Indonesia merdeka, tanah itu kemudian diberikan atas jasa para prajurit melawan penjajah Belanda.
Kampung-kampung itu merupakan basis pertahanan di Selat Kesultanan Melayu Bintan.
Ketika Sultan Mahmud Syah III berhasil memenangkan pertempuran laut melawan VOC dan Belanda pada 13 Mei 1787, para prajurit yang berasal dari Kalimantan Utara, Johor, Malaka dan Sumatera itu menggabungkan kekuatan.
Mereka menjadikan ratusan pulau-pulau di Kepulauan Riau itu sebagai basis pertahanan.
Bahkan pejabat Belanda, P. Wink pernah berkunjung ke sana pada 1930 dan menulis hasil kunjungannya dalam artikel berjudul Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang.
Seperti diketahui, pemerintah berencana merelokasi warga Rempang, Batam karena adanya proyek pembangunan pabrik kaca terintegrasi hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Xinyi Group asal China.
Diperkirakan, total investasi sekitar 11,5 miliar Dolar AS atau setara Rp 117,42 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja kurang lebih 30 ribu orang.
Namun, warga setempat yang telah berpuluh-puluh tahun menempati wilayah tersebut menolak relokasi dan sempat terjadi kericuhan saat polisi hendak mengamankan berbagai aksi unjuk rasa.
Raja Kesultanan Riau-Lingga mengeluarkan lima titah untuk pemerintah Indonesia soal konflik Rempang.
Adapun, Raja bernama Duli Yang Mahamulia Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Besar Sultan Hendra Syafri Riayat Syah ibni Tengku Husin Saleh ini juga memberikan komentar.
Ia menilai bahwa dulu warga Rempang usir penjajah, kini diusir negara sendiri.
Sumber: mediainvestigasi
Artikel Terkait
OPEC+ Naikkan Produksi Minyak 137 Ribu BPH: Dampak pada Harga & Pasar Global
106 WNI Ditangkap di Kamboja Terkait Scam Online, Ini Faktanya
Hary Tanoesoedibjo: Pemimpin Berintegritas Kunci Utama Masyarakat Naik Kelas
Wafatnya PB XIII Hangabehi, Raja Keraton Solo: Jenazah Tiba & Akan Dimakamkan di Imogiri