Kenaikan harga BBM nonsubsidi akan membuat keuntungan Pertamina naik. Pada akhirnya, dividen dari Pertamina untuk pemerintah juga naik. Pendapatan negara naik.
Pertanyaannya, kenapa pemerintah menaikkan harga BBM nonsubsidi?
Seharusnya pemerintah tidak ada alasan sama sekali untuk menaikkan harga BBM (nonsubsidi). Karena kurs rupiah terhadap dolar AS relatif stabil.
Selain itu, harga patokan minyak mentah di APBN 2023 yang dipatok 95 dolar AS, masih jauh lebih tinggi dari realisasi harga rata-rata minyak mentah dunia selama delapan bulan terakhir ini. Sekali lagi, tidak ada dasar harga BBM (nonsubsidi) harus naik?
Coba lihat harga BBM di luar negeri, seperti Malaysia. Harga BBM sejenis Pertamax Plus (RON95) di Malaysia tidak naik sejak tahun lalu. Sedangkan harga BBM RON97 malah turun tajam dibandingkan tahun lalu.
Harga BBM RON97 di Malaysia saat ini hanya sekitar Rp11.000 per liter. Jauh lebih murah dari harga Pertamax Turbo Pertamina yang naik dari Rp14.000 menjadi Rp15.900 per liter. Naik 13,6 persen!
Kenaikan harga BBM nonsubsidi ini juga terindikasi melanggar peraturan formula harga yang ditetapkan kementerian ESDM tentang regulasi harga BBM? Apakah kenaikan harga BBM nonsubsidi ini hanya untuk mengisi kas negara?
Fakta di atas menunjukkan UU Cipta Kerja tidak berguna sama sekali untuk menahan penurunan ekonomi, atau menyelamatkan keuangan negara dan APBN?
Artinya, alasan diberlakukan UU Cipta Kerja untuk meningkatkan ekonomi hanya ilusi, alias pembohongan publik?
*) Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Artikel Terkait
Rizki Nur Fadhilah Pulang: Kronologi Lengkap & Fakta Kontroversi Korban TPPO Kamboja
Belanda Cabut Sanksi Nexperia: Sinyal Positif bagi Pemulihan Rantai Pasok Chip Global
Dampak Permen ESDM 18/2025: Beban Berat untuk Tambang Rakyat & Kontradiksi Arahan Prabowo
PSSI Pastikan Shin Tae-yong Bukan Kandidat Pelatih Timnas Indonesia, Erick Thohir: Sudah Move On