Dia menekankan bahwa negara hadir nyata melalui kerja sama pemerintah pusat dan daerah, TNI-Polri, relawan, serta organisasi kemanusiaan dalam evakuasi, distribusi bantuan, dan dukungan psikososial.
Kebebasan Berekspresi Bukan Tanpa Batas dan Tanggung Jawab
Dari perspektif demokrasi dan HAM, Risnauli mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi memiliki batas. Setiap pernyataan di ruang publik, terutama dalam situasi darurat bencana, harus mempertimbangkan akibat sosial, psikologis, dan hukum.
"Demokrasi bukan berarti bebas melukai. HAM bukan alat untuk menjustifikasi framing. Dan gender justice mengajarkan bahwa perempuan harus dilindungi dari narasi yang memperparah kerentanan," tambahnya.
Risnauli mengajak semua konten kreator dan figur publik untuk lebih berempati, bertanggung jawab, dan mengutamakan verifikasi informasi sebelum menyebarkannya.
"Korban bencana butuh empati, bukan sensasi. Mereka butuh penguatan, bukan ketakutan baru. Jangan jadikan penderitaan rakyat sebagai panggung personal," tutupnya.
Pernyataan Kontroversial Ferry Irwandi
Dalam konten yang menjadi sorotan, Ferry Irwandi menyatakan menerima cerita-cerita horor dari lokasi bencana, termasuk banyaknya perempuan yang mengalami pemerkosaan. "Ceritain aja lah, tadi aku dikasih voice note, dikasih cerita horor ada pemerkosaan ya. Manusia dalam kondisi yang social culture, situasi kelompok masyarakat yang udah separah itu ya dan dalam situasi seburuk itu," ucap Ferry seperti dikutip.
Artikel Terkait
Desakan Pecat Menhut Raja Juli: Tanggung Jawab atas Banjir Bandang Sumatra & Evaluasi Kabinet
Banjir & Longsor Sumatera: Rocky Gerung Kritik Keras Kegagalan Mitigasi Pemerintah
Adik Mahfud MD Beberkan Modus Ijazah S1 Palsu Rp500 Ribu di Sidang
Roy Suryo Khawatirkan Nasib Pembuat AI LISA UGM, Bisa Tersangka Kasus Ijazah Jokowi