Menarik! AHY dan Puan Maharani Disebut Jadi Calon Wapres RI Bila Gibran Dimakzulkan, Pantas Tidak?

- Jumat, 04 Juli 2025 | 20:55 WIB
Menarik! AHY dan Puan Maharani Disebut Jadi Calon Wapres RI Bila Gibran Dimakzulkan, Pantas Tidak?




GELORA.ME - Jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia seharusnya menjadi posisi politik yang kokoh. 


Namun, bagi Gibran Rakabuming Raka, kursi RI-2 yang didudukinya kini tampak seperti singgasana kaca yang bisa retak kapan saja.


Analisis tajam dari para pakar menyebutkan bahwa kelangsungan politik putra sulung Jokowi ini tidak dijamin oleh konstitusi semata.


Jauh daripada itu, turun atau tidaknya Gibran dari kursi wapres sangat bergantung pada seutas benang tipis bernama loyalitas koalisi.


Pakar Hukum Tata Negara dari STH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, memaparkan analisisnya secara gamblang.


Menurutnya, Gibran saat ini berada dalam posisi yang sangat rentan dan bergantung penuh pada perlindungan politik dari partai-partai pendukung Prabowo di parlemen.


Benteng Pertahanan Bernama Koalisi Prabowo


Menurut Bivitri, satu-satunya benteng yang bisa melindungi Gibran dari berbagai guncangan politik, termasuk wacana pemakzulan, adalah soliditas koalisi Prabowo Subianto di DPR.


Jika benteng ini mulai goyah atau sengaja dibuka, maka posisi Gibran bisa langsung berada di ujung tanduk.


"Di DPR yang bisa melindungi Gibran adalah koalisinya Prabowo Subianto. Kalau koalisi tidak melindungi lagi, sudah lepas ya," ujar Bivitri saat berdiskusi di kanal YouTube Hendri Satrio, dikutip hari Jumat (4/7/2025).


Bivitri menambahkan, para elite partai politik adalah aktor rasional yang akan selalu berhitung untung-rugi.


Jika skenario mundurnya Gibran mengemuka, mereka akan segera mengkalkulasi siapa yang akan diuntungkan dari pergantian tersebut.


"Partai akan mempertimbangkan, kalau Gibran mundur, yang menggantikan siapa? Menguntungkan saya atau tidak. Misalnya (yang gantikan) Mbak Puan kah, atau AHY?" kata dia.


Benarkah Prabowo Terkunci oleh Jokowi?


Analisis Bivitri menjadi lebih dalam ketika ia menyinggung adanya kemungkinan bahwa Presiden Prabowo Subianto berada dalam posisi "tersandera" oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi.


Teori ini, meskipun belum terbukti, didasarkan pada serangkaian indikasi yang sulit diabaikan.


"Kalau kita melihat indikasinya, Presiden Prabowo sepertinya tersandera oleh Jokowi," katanya.


Apa saja indikasi tersebut? Pertama, dipertahankannya Gibran sebagai wakil presiden.


Kedua, seruan "Hidup Jokowi!" yang pernah diteriakkan Prabowo.


Ketiga, masih bercokolnya sejumlah menteri peninggalan era Jokowi di dalam Kabinet Merah Putih.


"Itu menunjukkan ketersanderaan. Tapi apa ya? Apakah ada kasus masa lalu atau ada hutang budi yang dihormati?" tanya Bivitri, membiarkan pertanyaan besar itu menggantung di udara dan memicu spekulasi lebih lanjut.


Jejak Panjang Wacana Pemakzulan Gibran


Wacana untuk melengserkan Gibran dari jabatannya sebenarnya bukanlah hal baru. Benihnya sudah tersemai jauh sebelum ia resmi dilantik.


Perjalanan wacana ini bisa dilacak dari beberapa momentum kunci.


Titik awal dari seluruh polemik ini adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres.


Putusan yang diketuai oleh paman Gibran, Anwar Usman, ini dianggap sebagai karpet merah yang melanggar etika berat dan membuka jalan bagi Gibran untuk maju. Sejak saat itu, legitimasi pencalonannya terus dipertanyakan.


Selama dan setelah masa kampanye, berbagai kelompok masyarakat sipil, akademisi, hingga tokoh-tokoh senior seperti yang tergabung dalam Petisi 100, secara konsisten menyuarakan bahwa pencalonan Gibran cacat secara etika dan moral.


Mereka berulang kali menyerukan agar Gibran didiskualifikasi atau dimakzulkan jika terpilih.


Hingga hari ini, seruan pemakzulan masih terus hidup, terutama di kalangan oposisi dan kelompok kritis pemerintah.


Namun, wacana ini belum pernah beranjak menjadi gerakan politik formal di DPR.


Sumber: Suara

Komentar