GELORA.ME - Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara dan TPDI, Petrus Selestinus menilai adanya kejanggalan dalam laporan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Polda Metro Jaya pada Rabu (30/4/2025) lalu.
Saat itu Jokowi melaporkan sejumlah nama, satu di antaranya merupakan pakar telematika, Roy Suryo.
Petrus menyampaikan, dalam laporannya, kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan mengaku hanya menunjukkan ijazah Jokowi sejak SD hingga tingkat S1 di UGM.
“Ini menunjukkan bahwa baru di tahap awal membuat pengaduan saja, sudah muncul kejanggalan oleh karena, BB yang utama dan sangat menentukan yaitu ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi yang seharusnya diserahkan Jokowi kepada penyelidik atau penyidik,” ujar Petrus, dalam keterangannya, Selasa (6/5/2025).
“Tapi tidak ikut diserahkan, begitu pula pihak penyelidik dan atau penyidik tidak meminta ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi untuk diserahkan atau disita sebagai BB sesuai ketentuan pasal 5 KUHAP jo pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP,” imbuhnya.
Adapun, Roy Suryo dilaporkan dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP jo Pasal 27A, Pasal 32 dan Pasal 35 UU No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE.
Petrus menilai, pihak penyidik sebaiknya menyita ijazah Jokowi, guna dilakukan pendalaman karena menjadi objek utama dalam penyidikan perkara ini.
Pasalnya, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), pada 9 Desember 2024 lalu, membuat laporan tentang dugaan Ijazah Palsu Jokowi di Bareskrim Polri.
Menurut keterangan pihak TPUA, saat ini pihak penyidik tengah melakukan proses penyelidikannya oleh Bareskrim Polri, dengan memanggil dan memeriksa pihak pelapor antara lain Eggi Sudjana pada tanggal 15-16 April 2025, kemudian pemanggilan untuk klarifikasi terhadap advokat Damai Hari Lubis, koordinator advokat TPUA pada tanggal 28 April 2025 oleh penyelidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
“Pada laporan polisi TPUA ini, yang menjadi obyek utama pemeriksaan penyidik adalah ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi, guna memastikan apakah ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi asli atau palsu atau apakah ijazah S1 Jokowi asli tapi palsu (aspal) atau tidak,” tuturnya.
Sebabnya, lanjut Petrus, tindakan pertama yang harus dilakukan penyelidik tanpa memandang siapa pelapor dan terlapor atau siapa saksi dan siapa korban, ijazah S1 Jokowi harus disita dari tangan Jokowi oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri sebagai Barang Bukti untuk kepentingan pemeriksaan melalui Puslabfor Bareskrim Polri.
Hentikan Proses Laporan Jokowi
Secara teknis hukum acara pidana dan demi menjamin kepastian hukum, maka Polri harus menghentikan atau setidak-tidaknya menunda seluruh proses pemeriksaan terhadap pengaduan Jokowi di Polda Metro Jaya dan di Polres Jakarta Pusat dan di Polres-Polres lainnya di luar Jakarta.
Alasannya, penyelidikan dan penyidikan atas lengaduan dari Jokowi, harus dihentikan atau dikesampingkan terlebih dahulu, karena Bareskrim Polri tengah melakukan penyelidikan atau penyidikan atas laporan polisi TPUA tentang dugaan Ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi sebagai ijazah palsu.
“Harus dibuktikan terlebih dahulu apakah Ijazah Jokowi dimaksud asli atau palsu atau aspal, karena selama menjadi polemik bertahun-tahun Jokowi tidak pernah memberikan klarifikasi atau menunjukan bukti atas keabsahan ijazah itu,” katanya.
Kemudian, alasan lain harus dihentikannya laporan polisi TPUA terhadap Jokowi tentang dugaan ijazah palsu dinilaau bermuatan kepentingan umum yang lebih besar, antara lain menyelamatkan marwah pendidikan tinggi, intelektual dan cendekiawan.
“Terlebih marwah lembaga kepresidenan, karenanya harus didahulukan proses pidananya,” jelasnya.
Pengaduan Jokowi di Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik atau fitnah, lanjut Petrus, semata-mata bermuatan kepentingan pribadi yaitu semata-mata hanya untuk memperjuangkan nama baik Jokowi.
“Untuk menguji apakah Jokowi masih punya nama baik yang harus dipertahankan, maka pembuktiannya adalah apakah Ijazah S1 yang diduga sebagai palsu itu, harus dibuktikan terlebih dahulu lewat suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ujar Petrus.
Selama ini sudah beberapa orang menjadi korban peradilan sesat dengan dipidana penjara, tanpa pernah diuji terlebih dahulu secara hukum soal keabsahan, keasilan dan kebenaran formil dan materiil ijazah S1 Jokowi di Pengadilan Pidana, hingga memiliki kekuatan hukum tetap.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Prabowo: Pak Harto Tidak Berkuasa dengan Senjata, Jangan Utak-Atik Sejarah!
Setelah Desak Copot Gibran, Purnawirawan TNI Berbalik Dukung Prabowo
Tak Bisa Ditangkap KPK-Kejagung: Direksi PLN hingga Telkom Ha-ha Hi-hi
Sebut Isu Ijazah Jokowi Tak Menarik, Goenawan Mohamad: Arahkan Penyelidikan ke Ijazah Wapres Gibran!