Dengan kebijakan Den Yealta tersebut, sejumlah perusahaan dan distributor rokok diuntungkan. Padahal seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok.
Untuk pemenuhan kuota rokok di wilayah Kota Tanjungpinang, Den Yealta sama sekali tidak melakukan perhitungan dan penentuan kuota rokok sebagaimana pertimbangan jumlah kebutuhan secara wajar.
Ia secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi, di antaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang.
"Selain itu, DY juga tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok, sehingga hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan," jelas Asep.
Perbuatan Den Yealta, kata Asep, melanggar ketentuan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Pasal 105 Ayat 2c Peraturan Menteri Keuangan 120/PMK.04/2017 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai.
"Atas tindakannya tersebut, DY menerima uang dari beberapa perusahaan rokok dengan besaran sejumlah sekitar Rp4,4 miliar dan tim penyidik masih akan terus mendalami penerimaan uang-uang lainnya," kata Asep.
Akibat perbuatannya keuangan negara merugi hingga sekitar Rp296,2 miliar.
Den Yealta disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Bahlil Dilaporkan ke Mabes Polri! Kader Golkar Ungkap Akun Penyebar Fitnah
Bos Sawit Surya Darmadi Ungkap Penyebab Karyawan Kabur Saat Susah
Mendesak Evaluasi Menteri Hukum Supratman: Apa yang Perlu Diketahui Publik?
KPK Diminta Usut Jokowi dan Luhut Soal Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh