KPK Diminta Periksa Jokowi dan Luhut Terkait Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh
Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menegaskan bahwa mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Luhut Binsar Panjaitan harus bertanggung jawab atas dugaan mark up dalam proyek kereta cepat Whoosh Jakarta-Bandung. Ia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk berani memeriksa keduanya.
"Kalau ada unsur korupsi, kenapa tidak berani KPK, harusnya berani. Masukklah KPK, Jokowi dan Luhut harus diperiksa. Ya, Jokowi dan Luhut lah yang harus bertanggung jawab. Yang ngotot bangun kereta cepat adalah Luhut dan Jokowi," kata Abdul Fickar Hadjar.
Fickar menambahkan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak akan melindungi Jokowi dan Luhut meskipun terdapat pertemuan di Kartanegara pekan lalu. Proyek ini disebut merugikan negara hingga Rp4,1 triliun per tahun.
Skema Pembiayaan dan Keterkaitan dengan APBN
Menurut Fickar, proyek Whoosh dijalankan oleh perusahaan swasta dan tidak ada kaitan langsung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia mendukung sikap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak membayar, dengan alasan kerugian menjadi tanggung jawab Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terlibat, bukan negara.
Namun, fakta menunjukkan adanya perubahan kebijakan. Awalnya proyek dijanjikan berjalan dengan skema business to business (B2B) tanpa melibatkan APBN. Namun, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 89 Tahun 2023 yang mengizinkan penggunaan APBN sebagai jaminan pinjaman utang proyek.
Artikel Terkait
Bupati Lamteng Ardito Wijaya Goda Wartawati Kamu Cantik Hari Ini Usai Jadi Tersangka KPK
Analisis Anton Permana: Dasco dan Sjafrie Bukan Rival, tapi Dua Pilar Penopang Prabowo
Bencana Ekologis Aceh & Sumatera: Penyebab, Seruan Beli Hutan, dan Aturan Hukumnya
Klaim Bombshell Rismon Sianipar: Kasmudjo Tak Kenal Jokowi Sama Sekali, Ijazah UGM Dipertanyakan