Bagi para aktivis, gelar pahlawan nasional memiliki makna moral kolektif yang dalam. Mereka menjelaskan:
"Bagi kami, kepahlawanan adalah mekanisme moral kolektif: cara suatu bangsa untuk mendidik anak-anaknya membedakan benar dari salah dalam sejarah. Memilih mana yang patut dihormati dan mana yang harus menjadi pelajaran."
Pertanyaan tentang Rekonsiliasi Sejarah
Pernyataan bersama ini juga mempertanyakan konsistensi pemerintah dalam melakukan rekonsiliasi sejarah. Para aktivis menyoroti bahwa jika rekonsiliasi dimaksudkan untuk menyembuhkan luka bangsa, seharusnya pemerintah juga mengakui peran para tokoh kiri Indonesia yang berjuang melawan kolonialisme.
Mereka mengajukan pertanyaan kritis: "Apakah bangsa ini telah kehilangan keberanian untuk mengakui sejarahnya sendiri? Apakah nilai-nilai yang hendak diajarkan kepada anak-anak dan cucu kita dari sikap inkonsisten dan mau menang sendiri tersebut?"
Daftar Penandatangan Pernyataan Sikap
Pernyataan bersama ini ditandatangani oleh 41 aktivis Reformasi 1998 lintas generasi, termasuk:
- Andi Arief
- Rachland Nashidik
- Rocky Gerung
- Robertus Robet
- Bivitri Susanti
- Denny Indrayana
- Benny K. Harman
- Syahganda Nainggolan
- Hendardi
- dan 32 aktivis lainnya
Penolakan ini menandai babak baru dalam perdebatan sejarah Indonesia mengenai kontroversi pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto, yang kekuasaannya berakhir selama gerakan Reformasi 1998.
Artikel Terkait
Viral Tatapan Sinis Miss Israel ke Miss Palestine di Miss Universe 2025, Begini Faktanya
Bobibos: Biofuel RON 98 Setara Pertamax Turbo Hanya Rp 4 Ribuan?
ESDM Ingatkan Aturan BBM ke Bobibos: Ini Syarat Ekspansi SPBU Nasional
Gaji Telat! Pegawai Dapur MBG Banjiri Kolom Komentar BGN, Ini Janji Resmi Mereka