GELORA.ME - Kesabaran publik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tampaknya telah mencapai titik terendah.
Media sosial, khususnya platform X (dulu Twitter), kini "terbakar" oleh gelombang kemarahan dan cemoohan yang dimotori oleh berbagai tagar yang menyindir para wakil rakyat.
Pemicunya? Serentetan permintaan dan pernyataan absurd yang menunjukkan betapa jauhnya jarak antara Senayan dengan realitas kehidupan rakyat.
Puncaknya adalah sebuah pernyataan dari seorang anggota dewan yang menanggapi kritik soal kenaikan tunjangan dengan menuding balik bahwa rakyat "senang liat orang susah".
Kalimat ini menjadi bensin yang menyulut api kemarahan menjadi kebakaran hebat, membongkar kembali borok-borok arogansi dan ketidakpekaan lainnya yang dipertontonkan oleh para anggota dewan.
1. Puncak Arogansi: Rakyat Dituding "Senang Liat Orang Susah"
Ini adalah "dosa" terbesar yang memicu amuk massal. Saat publik mengkritik keras usulan kenaikan tunjangan fantastis sebesar Rp50 juta, seorang anggota dewan justru memberikan respons yang sangat menyakitkan hati.
Alih-alih memberikan penjelasan yang logis, ia malah berkata bahwa para pengkritik adalah orang yang "senang liat orang susah".
Pernyataan ini dibaca publik sebagai bentuk arogansi tertinggi yakni sebuah upaya untuk membungkam kritik dengan menyerang karakter rakyat yang seharusnya mereka wakili.
Ini bukan lagi soal uang, ini soal empati dan martabat yang diinjak-injak.
2. Logika Absurd: Dari Ruang Rokok di Kereta Hingga Gagal Matematika
Sebelum puncak kemarahan ini, publik sudah lebih dulu dibuat geleng-geleng kepala oleh serentetan "ulah" aneh dari Senayan yang viral di media sosial.
Viral sebuah video di mana seorang anggota dewan dengan santainya meminta agar PT KAI menyediakan gerbong khusus dengan smoking room.
Permintaan ini dianggap egois dan tidak peka, karena mengabaikan aturan kesehatan dan keselamatan publik demi kenyamanan pribadi segelintir orang.
Wakil Ketua DPR RI menjadi bahan tertawaan setelah gagal menghitung biaya hidup bulanan. Ia mengkalkulasi biaya kost Rp3 juta per bulan menjadi Rp3 juta dikali 26 hari.
Kesalahan fatal ini bukan hanya soal matematika; ini menunjukkan betapa tidak terbayangkannya oleh mereka realitas keuangan yang dihadapi jutaan anak kost di Indonesia.
3. Krisis Kepercayaan yang Semakin Dalam
Rentetan peristiwa ini dari permintaan tunjangan, logika yang aneh, hingga pernyataan yang menyakitkan telah menciptakan sebuah kesimpulan di benak publik yakni DPR RI tidak lagi mewakili mereka.
Mereka dianggap hidup di "planet"-nya sendiri, sebuah gelembung elite yang terisolasi dari penderitaan dan perjuangan rakyat biasa.
Ini bukan lagi sekadar kritik terhadap kinerja; ini adalah sebuah krisis kepercayaan yang fundamental.
Saat lembaga yang seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat justru menjadi sumber kekecewaan dan kemarahan, ini adalah sinyal bahaya bagi demokrasi.
Pada akhirnya, tagar dan cemoohan di media sosial adalah bentuk "mosi tidak percaya" dari rakyat kepada para wakilnya.
Menurut Anda, apa akar masalah dari "putusnya" hubungan antara DPR dan rakyat?
Dan apa yang harus dilakukan untuk memulihkan kepercayaan ini?
Sumber: Suara
Artikel Terkait
HP dan Instagram Arya Daru Mendadak Aktif, Keluarga Ungkap Kejanggalan
Tiba-Tiba Rektor UGM Ungkap Fakta dan Bukti Tak Terbantahkan Soal Ijazah Jokowi, Ini 10 Poin Pentingnya!
Wamenaker Noel Ditangkap, Senin Harusnya Jadi Pembicara Talkshow Hukuman Mati Koruptor
Noel Ebenezer Pakai Rompi Oranye Tahanan KPK