KPK Tidak Berani Mengejar Pemberi Perintah Kepada Topan?

- Senin, 18 Agustus 2025 | 15:00 WIB
KPK Tidak Berani Mengejar Pemberi Perintah Kepada Topan?


Dugaan sandiwara KPK masih terus berlanjut terkait penanganan kasus korupsi jalan yang melibatkan “anak emas” Gubernur Sumatera Utara (Gubsu),  Bobby Afif Nasution (Bobby), yakni mantan Kadis PUPR Pemprovsu, Topan Obaja Putra Ginting (TOP). KPK memeriksa delapan belas (18) orang saksi, termasuk Letnan Dalimunthe (Letnan), mantan Sekda Kota dan Pj. Walikota Padangsidimpuan, di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Padangsidimpuan, Rabu (13/8/2025). Letnan memenangi Pilkada Kota Padangsidimpuan tahun 2024 berkat “kolaborasi politik” dengan Bobby. Kemudian KPK kembali memeriksa dua puluh sembilan (29) orang saksi, termasuk Muhammad Jafar Sukhairi Nasution, mantan Bupati Mandailing Natal, Kamis, (14/8/2025) Ketua DPW PKB Sumatera Utara (Sumut), pendukung Bobby di Pilgubsu tahun 2024. Terbaru, KPK memeriksa tiga belas (13) orang, Jumat (15/8/2025) sebagai saksi, termasuk Rektor USU, Murianto Amin yang juga teman baik Bobby.

Namun pemeriksaan terhadap sejumlah aparatur sipil negara (ASN) pemerintah kabupaten/ kota dan pihak swasta di wilayah Tapanuli bagian Selatan diduga bukan mengejar aktor intelektual. Konstruksi kasus diduga hendak dibangun KPK sebagai praktik suap, dimana pihak swasta pelaku aktif. Sementara yang terjadi adalah ada pihak yang memiliki kekuasaan besar yang diduga memberi perintah kepada TOP untuk meminta sejumlah uang (fee) sebagai syarat mendapatkan proyek jalan nasional dan jalan provinsi di Sumut. Tetapi KPK diduga hanya berani memeriksa ASN pelaksana instruksi, sementara orang yang diduga sebagai sutradara, aktor intelektual dan aktor utama pemberi arahan, petunjuk dan perintah kepada TOP tidak disentuh KPK.
 
KPK masih akan terus menggelar drama OTT yang diduga untuk mengalihkan isu/ perhatian dari kasus korupsi jalan di Sumut. KPK diduga menjadikan TOP sebagai tumbal dengan “tuduhan” bahwa permintaan fee adalah inisiatif TOP atau suap adalah inisiatif pihak swasta. Kemudian KPK diduga menggeser perhatian publik dengan menggelar OTT terhadap bupati Kolaka Timur dan Dirut PT. Inhutani V. Padahal dalam dua OTT terbaru, KPK menyasar “top leader” pada instansi/ lembaga tersebut, sedang pada kasus korupsi jalan nasional dan jalan provinsi di Sumut hanya berhenti pada TOP. Padahal kasus korupsi jalan Sumut jauh lebih besar pengaruhnya terhadap pemberantasan korupsi daripada kasus Kolaka Timur dan PT. Inhutani V.

Sementara itu, KPK juga tidak pernah menjelaskan hasil koordinasi dengan Mabes Polri terkait dua (2) pucuk senjata dan amunisi yang ditemukan saat penggeledahan rumah TOP. Padahal status dua pucuk senjata api, kepemilikan, penyimpanan dan penguasaannya seharusnya diproses berdasarkan UU Darurat No.12 Tahun 1951. Kepemilikan secara ilegal, baik penguasaan dan penyimpanan dapat dikenai sanksi pidana berupa hukuman mati, dipenjara seumur hidup. KPK maupun Ormas tidak memiliki kewenangan menilai dan menjelaskan status hukum dari dua pucuk senjata dan amunisi hasil penggeladahan KPK di rumah TOP tersebut. 

Polri yang harus segera menjelaskan status hukum dua pucuk senjata dan amunisi yang ditemukan KPK di rumah TOP, baik perolehan dan peruntukannya. KPK dan Perbakin tidak memiliki kewenangan menjelaskan status hukum dari dua pucuk senjata api dan amunsi yang dimiliki TOP. Polri harus menjelaskan secara terbuka nomor registrasi dari dua pucuk senjata beserta amunisi (peluru) yang ditemukan. Apakah dua pucuk senjata dan amunisi tersebut diperoleh secara legal dan dipergunakan (peruntukan) secara legal. Apakah TOP berhak memiliki, menggunakan, menyimpan dua pucuk senjata api dan amunisi (peluru) secara legal. Gubsu dan Mendagri juga harus menjelaskan apa hal ikhwal kegentingan yang memaksa TOP harus memiliki dua pucuk senjata api untuk melindungi dirinya.

Demikian juga dengan pengembangan kasus tersebut yang dikaitkan dengan beberapa saksi yang merupakan aparat penegak hukum (APH). KPK sebelumnya telah memeriksa teman dekat Bobby, AKBP Yasir Ahmadi (YA), Kabag Rorena Polda Sumut, Mantan Kapolres Tapsel. KPK juga belum menjelaskan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Jamwas Kejagung, Rudi Margono terhadap Idianto, Mantan Kajati Sumut, Muhammad Iqbal, Kajari Mandailing Natal (Madina), dan Gomgoman Halomoan Simbolon Kasidatun Kejari Madina. KPK harus segera menjelaskan keterangan apa yang dibutuhkan oleh KPK dari para APH tersebut terkait korupsi yang dilakukan oleh TOP. Apakah para APH tersebut mengetahui akan terjadinya tindak pidana korupsi namun tidak melakukan pencegahan?

OTT dan penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK terhadap “Ketua Kelas” TOP, dan pemeriksaan terhadap saksi AKBP Yasir Ahmadi, Letnan Dalimunthe, Muhammad Jafar Sukhairi Nasution, dan Murianto Amin  memberi isyarat penting bahwa tersangka dan para saksi adalah “teman dekat” Bobby. Akan tetapi KPK diduga tidak berani memanggil dan memeriksa Bobby, menantu Presiden VII, Joko Widodo (Jokowi) tersebut. Padahal adik ipar Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka tersebut sering terlihat dekat dan akrab dengan tersangka dan para saksi dalam berbagai kesempatan, baik acara formal maupun non formal. Maka kakak ipar dari Ketum PSI, Kaesang Pangarep tersebut perlu dimintai keterangan atas dugaan keterlibatan teman- teman dekatnya dalam kasus korupsi jalan nasional dan jalan provinsi di Sumut yang sedang ditangani KPK, sehingga kasus tersebut terang benderang.

HUT RI ke- 80, Minggu, 17 Agustus 2025

Sutrisno Pangaribuan
Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan GELORA.ME terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi GELORA.ME akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Komentar