Dan ketika kita berbicara tentang masa depan, maka saya ingin sampaikan kepada semua, kebebasan berpendapat akan dijamin. Kita tidak mengizinkan lagi situasi di mana orang takut. Maka itu, saya sampaikan, Wakanda No More, Indonesia forever."
2. Kata-kata penutup Prabowo Subianto
"Terima kasih, saudara-saudara sekalian. Kita harus selalu ingat bahwa kemerdekaan ini didapatkan melalui proses yang sangat panjang. Perjuangan yang sangat panjang.
Berganti-ganti negara-negara lain datang, menindas kita, merampas kita, dan ini adalah hukum sejarah manusia, yang kuat akan menindas yang lemah. Kita bersyukur, kita sudah bangun suatu negara yang memiliki demokrasi dengan segala kekurangannya.
Kita bersyukur semua pemimpin telah membantu menambahkan kemajuan kita. Kita ingin lebih maju. Kita ingin lebih baik. Kita ingin lebih adil. Kita ingin hilangkan kemiskinan. Dan kita ingin hilangkan korupsi.
Kita negara yang sangat kaya, kekayaan kita luar biasa. Kami Prabowo-Gibran, koalisi Indonesia-Maju, siap melanjutkan pondasi yang sudah dibangun oleh pendahulu-pendahulu kita.
Kita yakin, Indonesia akan melompat menjadi negara hebat, negara maju, negara makmur, negara adil. Hanya dengan demikian, tetapi syaratnya kita harus rukun, kita harus bersatu, kita tidak boleh menghasut, memecah belah.
Kita tidak boleh, kita tidak boleh untuk kepentingan sesaat, untuk kepentingan jangka pendek, untuk kepentingan diri kita, kelompok kita, kita tidak boleh mengorbankan persatuan, kesatuan, kerukunan, bangsa Indonesia.
Hanya dengan kerukunan, hanya dengan kearifan, hanya dengan kebersihan jiwa, tidak dengan permainan kata-kata retorika, tetapi sungguh, sungguh-sungguh cinta tanah air, Indonesia akan maju. Negara hebat."
3. Kata-kata penutup Ganjar Pranowo
"Terima kasih. Ini panggilan sejarah buat Ganjar-Mahfud. Ganjar seorang anak polisi berpangkat tidak tinggi, bertugas di kecamatan. Pak Mahfud bapaknya pegawai kecamatan.
Kalau kita berada pada momentum yang sama, kami dan Pak Mahfud ini adalah orang kecil, yang kalau bapaknya rapat, kira-kira anggota Forkompimcam. Kami hanya di level kecamatan. Kami telah terbiasa mencoba mendengarkan keluh kesah rakyat.
Panggilan sejarah inilah yang kemudian coba kita klasifikasi dari seluruh persoalan yang muncul. Bagaimana kita memberikan afirmasi kepada kelompok rentan.
Ada kelompok perempuan, penyandang disabilitas, anak-anak, termasuk manula. Mereka butuh perhatian yang lebih. Maka inilah cara kita membangun melibatkan mereka tanpa meninggalkan mereka. No one left behind.
Yang kedua, bagaimana pemerintah betul-betul bisa melayani dengan memberikan teladan dan dari pemimpin tertinggi, yang anti-korupsi, yang menunjukkan integritas, yang menunjukkan layanan pemerintahan yang mudah, murah, cepat, sat set.
Kalau itu bisa kita lakukan, maka betapa bahagianya rakyat ini. Pemerintah ini ada, yang ketika dikritik tidak baperan, yang ketika media menulis, mereka merasa ini vitamin buat dirinya, bukan sedang merongrong, apalagi kemudian merasa terancam.
Maka, kalaulah kemudian demokratisasi ini bisa kita laksanakan dengan baik, sesuai dengan amanah reformasi, enggak ada lagi cerita Bu Shinta, enggak ada cerita Mas Butet, enggak ada cerita Melky.
Tidak ada itu. Karena dewasa kita dalam berdemokrasi. Maka, dalam penghormatan terhadap HAM. Mari kita konsisten, antara pikiran, perkataan, dan perbuatan.
Dan saya, berdiri bersama korban untuk keadilan. Terima kasih, mohon maaf kalau ada kata-kata saya yang kurang."
Sumber: tirto
Artikel Terkait
Pengacara Dikeroyok dan Ditembak di Tanah Abang, Motif Diduga Kuatir Konflik Pribadi
Ramalan Yudo Sadewa: Krisis Ekonomi 2027-2032, Siapkan Bitcoin & Emas!
Prabowo Butuh 10 Menteri Koboi Seperti Purbaya untuk Bongkar Semua Kotak Pandora
PP 38 Tahun 2025: Pemerintah Pusat Bisa Salurkan Pinjaman ke Pemda & BUMN, Ini Syarat dan Dampaknya