Oleh: Yusuf Blegur*
KECURANGAN demi kecurangan Pilpres 2024 bahkan sebelum dilaksanakan, begitu percaya diri dan melenggang mulus, menginjak-injak harga diri dan martabat bangsa. Tak adakah secuil keberanian rakyat Indonesia untuk menghentikannya?
Skandal KKN yang melibatkan Mahkamah Konstitusi sesungguhnya bukan yang pertama dan satu-satunya terjadi jelang Pilpres 2024. Selama terkait Jokowi sebagai capres ataupun ikut cawe-cawe, maka sesungguhnya Pilpres telah dipenuhi kecurangan bahkan sebelum dilaksanakan.
Mulai dari Pilpres 2014, 2019, terlebih 2024 yang sebentar lagi dilaksanakan, aroma rekayasa untuk memenangkan calon presiden tertentu kental terasa.
Kemunculan Jokowi dari Solo yang mengandalkan jabatan walikota begitu terkesan mendadak tanpa pengenalan publik yang luas, tanpa guratan prestasi yang membanggakan. Jokowi tiba-tiba menjadi media darling (semua media menjadi paduan suara yang membagus-baguskan Jokowi), sokongan ekonomi dan politik mengalir deras baik dari oligarki dunia usaha maupun partai politik.
Tak cukup sekadar itu, keluguan, kesan merakyat dan kejujuran dipoles sedemikian hebatnya, hingga rakyat terhipnotis meski hanya dari keluar masuk gorong-gorong dan kawasan kumuh serta makan di warteg.
Paling prinsipil juga tatkala kontroversi ijazah palsu menerpanya. Sungguh memalukan dan menjadi kejahatan yang tak bisa dimaafkan jika itu benar terbukti.
Kemunculannya memang seperti sihir, kepalsuan dan tidak nyata, melenyapkan logika dan akal sehat, yang kemudian melekat kuat pada eksistensinya hingga menjadi presiden. Tanpa bekal pengetahuan dan kapasitas yang memadai, Jokowi percaya diri meski memerankan jabatan presiden sebagai sekadar boneka.
Dalam pengendalian korporasi dan partai politik, Jokowi juga terkenal manut pada perorangan semacam Luhut Binsar Pandjaitan. Dengan jabatan presiden yang terhormat dan mulia yang digenggamnya, Jokowi justru nyaman sebagai petugas partai dan jongos pengusaha.
Begitu banyak dan kentara upaya-upaya kecurangan dan main kayu dipertontonkan Jokowi dan yang mendukungnya semenjak terlibat dalam bursa capres.
Publik belum amnesia saat kematian 894 orang petugas KPPS yang mendadak dan terjadi serentak di Pilpres 2019. Jumlah kematian yang tidak sedikit dan tidak biasa tanpa diketahui jelas penyebabnya saat melaksanakan kegiatan Pilpres.
Belum lagi pada saat menjelang Pilpres mulai dari menghambat kinerja saksi, sabotase logistik hingga kecurangan perhitungan suara yang merugikan pasangan Capres lainnya. Kecurangan yang menegasikan aspek-aspek terbuka, jujur dan adil begitu terasa dan rakyat tak bisa berbuat apa-apa.
Artikel Terkait
CIMB Niaga Syariah Catat Pembiayaan Rp58,2 Triliun hingga September 2025
KPK Selidiki Kasus Whoosh: Kekhawatiran Jokowi & Elite Jadi Kambing Hitam Proyek Kereta Cepat
Polisi Bongkar Modus Pengoplosan Elpiji 3kg ke 12kg di Bekasi, 2 Tersangka Ditangkap
Presiden Prabowo Beri Komitmen Penuh untuk Tuntutan Guru Madrasah Jadi PPPK