Pencabutan Izin Tambang di Indonesia: Penyelesaian atau Hanya Permainan Kepemilikan?
Oleh: Rosadi Jamani
Pemerintah kerap mendapat sorotan positif saat mencabut izin perusahaan tambang yang dinilai merusak lingkungan. Namun, apakah pencabutan izin tambang dan kehutanan ini benar-benar menjadi kemenangan bagi ekologi?
Realitas di Balik Pencabutan Izin Usaha Pertambangan
Fakta di lapangan seringkali berbeda. Yang terjadi bukanlah penghentian eksploitasi, melainkan pergantian kepemilikan. Papan nama perusahaan berubah, namun lahan yang sama terus dikeruk hingga mengalami kerusakan yang parah.
Sejak 2022, tercatat 2.078 IUP minerba dan 192 izin kehutanan seluas lebih dari 3 juta hektare telah dicabut. Aksi masif ini terlihat seperti kemenangan hukum. Namun, pada praktiknya, "hutan kapital" tetap berdiri. Yang berubah hanyalah administrasi dan kepemilikan izinnya.
Kasus Terkini: Pencabutan Izin Nikel di Raja Ampat dan Redistribusi Konsesi
Di tahun 2025, pemerintah mencabut izin empat perusahaan nikel di Raja Ampat, seperti PT Anugerah Surya Pratama, karena melanggar aturan lingkungan dan kawasan geopark. Namun, langkah ini diikuti dengan fase baru: redistribusi konsesi.
Pemerintah mulai menawarkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan. Dasar hukumnya adalah PP No. 25 Tahun 2024, yang menyetarakan ormas dengan BUMN sebagai penerima prioritas. Tujuannya disebut untuk pemberdayaan ekonomi.
Artikel Terkait
2.603 Rumah Bantuan Dibangun Tanpa APBN, Tzu Chi & Menteri Ara Berkontribusi
Bantuan Rp 10.000 Per Hari dari Mensos: Jadup 3 Bulan untuk Korban Bencana Sumatera
Lisa Mariana Minta Maaf ke Atalia via DM: Unggah Bukti & Reaksi Warganet
Pembangunan Huntara Agam Ditarget Selesai 1 Bulan, Prabowo Janjikan Hunian Tetap 70 m²