Luhut Ngaku Gagal Negosiasi Bunga Utang Proyek Kereta Cepat, China Bersikeras Segini

- Selasa, 26 September 2023 | 17:00 WIB
Luhut Ngaku Gagal Negosiasi Bunga Utang Proyek Kereta Cepat, China Bersikeras Segini

Sementara sisa saham 40 persen dikuasai konsorsium China.


Utang Proyek Ingkari Janji Jokowi


Utang proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) ingkari janji Presiden Joko Widodo.


Seperti diketahui, baru-baru ini pemerintah resmi memutuskan untuk membuka opsi bisa menjamin utang yang timbul dari pembengkakan biaya alias cost overrun proyek KCJB dijamin keuangan negara.


Keputusan pemerintah Indonesia untuk bisa menjamin pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta Bandung disahkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 tahun 2023 yang diteken Sri Mulyani.


Pemberian jaminan pemerintah untuk utang proyek KCJB sejatinya mengingkari janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya, karena awalnya dijanjikan tidak akan menggunakan APBN dan tidak ada jaminan dari negara.


Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan apabila dilihat dari beberapa indikasi, maka proyek KCJB sudah masuk dalam kategori jebakan utang (debt trap) China.


"Sudah masuk kategori jebakan utang,” katanya dikutip Tribun-Medan.com dari Kompas.com, Jumat (22/9/2023).


“Pertama, indikasi proyek yang berbiaya mahal ditanggung APBN," katanya.


Sedari awal, China dalam proposalnya juga memberikan garansi kalau kereta peluru yang ditawarkannya tidak akan membebani ABPN Indonesia.


Belakangan, komitmen itu kemudian tidak ditepati China maupun pemerintah Indonesia sendiri.


Tawaran China yang memberikan iming-iming pembangunan kereta cepat tanpa APBN itu pula yang juga jadi alasan Indonesia mendepak Jepang.


Ini karena Negeri Sakura sejak awal sudah memprediksi sulit merealisasikan KCJB tanpa jaminan dari negara.


Ia juga menyoroti keputusan pemerintah Indonesia yang dengan mudahnya menyanggupi tuntutan China yang meminta pembayaran utang dan bunga mendapatkan jaminan negara.


Dampak dari keputusan ini tentunya bakal merugikan keuangan negara, baik secara langsung maupun tidak langsung.


Ini karena PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI yang menjadi pemimpin konsorsium BUMN dalam struktur pemegang saham mayoritas di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), adalah perusahaan pelat merah yang sahamnya 100 persen dikuasai negara.


Terlebih KAI adalah perusahaan strategis yang bisnisnya melayani hajat hidup orang banyak di sektor transportasi publik.


Pemerintah bisa saja terus berdalih kalau beban utang nantinya diserahkan ke BUMN sebagai entitas bisnis, bukan dibebankan ke APBN secara langsung.


Dengan kata lain, lanjutnya, bila keuangan KAI terbebani akibat menanggung pembayaran utang dan bunga proyek KCJB ke China, mau tidak mau pemerintah akan langsung turun tangan mengucurkan bantuan, seperti melalui mekanisme penyertaan modal negara (PMN) dari APBN.


"Meski pemerintah bilang bentuknya adalah penjaminan utang tapi memicu risiko kontijensi ketika KAI hadapi kesulitan pembayaran bunga dan pokok utang," ucapnya.


"Seolah utangnya kereta cepat adalah utang BUMN, bukan utang pemerintah padahal ini adalah indikasi hidden debt atau utang tersembunyi yang sama sama bebankan keuangan negara secara tidak langsung," tambahnya.


Disisi lain, ia juga menyebutkan bahwa proyek KCJB sudah semakin melenceng dari janji awal Presiden Joko Widodo (Jokowi).


Di periode pertama, Jokowi berkali-kali menegaskan KCJB tidak akan menggunakan dana APBN sepeser pun.


Lalu pemerintah juga tidak akan memberikan jaminan jika proyek bermasalah di kemudian hari.


Tapi kedua janji tersebut kini bagai angin lalu.


Sumber: tribunnews

Halaman:

Komentar