Seperti diketahui, relokasi lahan tersebut akibat dari konsep pengembangan Pulau Rempang Eco City. Di mana proyek itu telah dirancang sejak 2024 silam.
Maka, sejak itu pula, riak-rial penolakan masyarakat mulai menggeliat hingga saat ini. Hal ini tak lain, karena sudah nyaman tinggal di Pulau Rempang dan di pualu tersebut juga mereka mengais rezeki dari hasil nelayan.
Salah seorang warga setempat, Sudirman menuturkan dengan kata-kata yang terbata-bata, bahwa hari ini pemerintah melupakan sejarah.
Hal itu dia katakan, lantaran adanya konflik relokasi terhadap ribuan warga Pulau Rempang.
"Bagaimana tidak, hunian tetap hingga janji kompensasi bagi warga, masih sebatas ucapan manis belaka. Apalagi proges pembangunan hunian tetap itu, baru sebatas pembukaan jalan," pungkas Sudirman.
Bahkan Sudirman mengaku, sejak mendiami Pulau Rempang bertahun-tahun silam, warga sekitar mencari nafkahnya dengan mencari ikan dan bertani
"Dengan kebiasan itu warga mencari kehidupan dan sudah mendarah daging. Kini semua berubah, warga selalu didera kecemasan, karena harus melakukan apa? bila nantinya direlokasi ke hunian sementara?" ujarnya.
Hal senada juga disampaikan seorang warga bernama Nova, bahwa saat ini, pemerintah gencar melakukan sosialisasi dan membujuk warga agar bersedia mendaftar untuk direlokasi.
"Bahkan mirisnya, pemerintah memberikan batas waktu hingga 20 September bagi warga untuk mendaftar. Tentunya, harus memenehui persyaratan yang ditentukan," kata Nova.
"Salah satunya adalah surat peguasaan tanag 10 tahun secara terus menerus. Namun bila warga tak memiliki salah satu persyaratan itu, ke mana mereka akan pergi?" tanyanya.
Sumber: tvone
Artikel Terkait
1.500 Personel Gabungan Amankan Konser BLACKPINK di GBK: 8 Zona & Strategi Pengamanan
Jadwal & Link LIVE Streaming Indonesia U-17 vs Zambia U-17 di Piala Dunia U-17, 4 November 2025
PBB Ungkap Pembantaian RSF di El Fasher: Ratusan Warga Sipil Tewas dalam Serangan
Formula Baru Upah Minimum 2026 Diumumkan 21 November 2025, Ini Tujuannya