OLEH: TONY ROSYID
INILAH yang menjadi kekhawatiran para kader PDI Perjuangan. Kekhawatiran ini sudah sangat lama: Jokowi berpisah, bahkan berhadap-hadapan dengan Megawati.
Sudah menjadi hukum sejarah, jika di dalam satu komunitas, organisasi atau partai, ada dua matahari kembar, maka akan terjadi benturan kepentingan. Dua matahari itu artinya dua tokoh yang sama besar pengaruhnya.
Maka satu dengan yang lain akan berebut pengaruh itu. Bukan atas keinginan mereka berdua mengambil posisi itu, tapi sejarah akan secara niscaya membenturkan mereka.
Demi untuk menjaga otoritas tunggalnya di PDIP, ini juga sesuai dengan amanah dan spirit kongres, Megawati menjadikan Jokowi sebagai petugas partai. Sementara Jokowi sendiri adalah presiden. Jangkauan wilayah dan otoritas kekuasaannya lebih luas dari Megawati. Maka, tidak memungkinkan Jokowi menerima statusnya sebagai petugas partai.
Jokowi menolak dijadikan petugas partai bukan atas kemauannya sendiri. Tapi posisinya sebagai presiden tidak memungkinkan ia menerima diposisikan sebagai petugas partai. Dari sinilah problem hubungan tidak harmonis antara Jokowi dengan Megawati dimulai. Banyak kasus yang membuat keduanya harus bersitegang. Bahkan sejak penyusunan kabinet 2014. Ketegangan tidak pernah berhenti, hanya mengalami pasang surut.
Pilpres 2024, Jokowi harus exit dari PDIP. Sebab, tidak mungkin Megawati akan berbagi otoritas dengan Jokowi. Ini bukan mau atau tidak maunya Megawati. Ini soal keadaan yang tidak memungkinkan Megawati berbagi kekuasaan dengan Jokowi di partai. Berbagi otoritas Jokowi di PDIP, ini sama saja memberi ruang untuk Jokowi melakukan kudeta.
Konflik Jokowi vs Megawati ini bukan soal moral. Bukan soal Jokowi tidak pandai berterima kasih dan malah mbalelo terhadap Megawati. Tidak sesederhana itu. Tapi konflik keduanya adalah tuntutan keadaan yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Keduanya tidak bisa keluar dari posisi saling berhadapan.
Pada 2024, masa kekuasaan Jokowi habis. Jokowi selesai. Jokowi hanya bisa eksis di panggung politik jika ia aktif di partai. Di PDIP, ruangnya ditutup oleh Megawati. Jokowi sama sekali tidak diberi peran dalam pencapresan Ganjar. Megawati paham kalau ini berbahaya. Kita tahu, Megawati adalah politikus kawakan yang sangat matang.
Artikel Terkait
Utang Rp116 Triliun & Ekspatriat China: Fakta Kelam Whoosh yang Bikin Geleng-Geleng
LRT Jabodebek Gagal Evakuasi? Ini Desakan Penting untuk Keselamatan Penumpang!
Deklarasi Damai Thailand-Kamboja 2025: Trump dan Anwar Ibrahim Saksikan Akhir Konflik Perbatasan
Diamuk Massa di Tambora, 2 Pelaku Curanmor Bersenpi Kritis Usai Lukai Warga