Dia menegaskan untuk itu, perlu adanya kesepahaman pengelola tempat ibadah untuk tidak menjadikan tempat ibadah sebagai ajang kampanye politik praktis dan ajang penyebaran politik yang dapat memecahbelah umat dan sebaliknya tempat ibadah dapat dijadikan sebagai arena pendidikan politik umat agar umat memiliki kedewasaan dalam menghadapi perbedaan preferensi politik menjalang pemilu.
KH M Cholil menekankan pentingnya para dai dan pengurus masjid dapat menjaga ukhuwah umat di tahun politik. Sebab itu, dia mengajak para dai dan DKM hendaknya dapat menjadikan masjid sebagai pusat penyatuan umat di tahun politik ini.
"Karena mengingat biasanya di tahun-tahun politik banyak pihak yang ingin mencari suaranya di masjid, bahkan tak jarang ada calon tertentu yang rajin ke masjid menjelang pemilu dan saat tidak jadi tidak pernah ke masjid lagi," tutur dia.
Kiai Cholil menjelaskan perbedaan antara politik identitas dan identitas politik. Kalau identitas politik itu boleh. Warga masyarakat boleh memilih pemimpin berdasarkan identitas yang melekat kepadanya, apakah karena satu daerah, satu agama atau satu kepentingan.
"Yang terpenting tidak memandang orang di luar dirinya itu sebagai musuh atau sampai menghukumi dengan hukum tertentu, misal munafik, kafir dan lain sebagainya," utara KH Cholil.
Dia menyatakan kalau politik identitas, ini yang dilarang, karena politik identitas itu sebuah terminologi tentang aktivitas politik yang ekslusif, yaitu memilih preferensi politik berdasar suku, ras dan agama dengan memandang preferensi pilihan politik di luar itu salah dan dia cenderung memusuhinya.
Sumber: poskota
Artikel Terkait
Luhut vs Purbaya: Pergeseran Pengaruh di Kabinet Prabowo yang Bikin Penasaran
AS Serang Kapal Narkoba di Pasifik, 14 Tewas: Trump Perketat Operasi Militer
Tingkatkan SEO Website Anda Sekarang: Panduan Lengkap Optimasi Konten
Subsidi Transportasi Umum DKI Hanya untuk Warga Jakarta, Ini 15 Golongan yang Berhak!