Ada Puluhan Ribu ‘Noel’ di Indonesia, Ekonom: Prabowo Tidak Perlu Kejar Koruptor Sampai ke Antartika!

- Senin, 25 Agustus 2025 | 15:35 WIB
Ada Puluhan Ribu ‘Noel’ di Indonesia, Ekonom: Prabowo Tidak Perlu Kejar Koruptor Sampai ke Antartika!




GELORA.ME - Tertangkapnya Immanuel Ebenezer atau Noel, aktivis 98 sekaligus mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan menjadi momentum penting di tengah komitmen Presiden Prabowo Subianto yang selalu menegaskan perang terhadap korupsi.


Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menyatakan daam pidatonya, Presiden berkali-kali menegaskan komitmen memberantas korupsi, bahkan mengancam seluruh jajarannya agar menjauhi perilaku koruptif. 


Bahkan Presiden sendiri berjanji akan memimpin upaya mengejar koruptor hingga ke Antartika.


Menurutnya, kasus Noel ini menjadi alarm bahaya bagi Presiden Prabowo dalam agenda pemberantasan korupsi dan implementasi program-program strategis pemerintah.


"Namun, kasus Noel justru menunjukkan betapa sulitnya memberantas korupsi. Bahwa Noel yang seharusnya melindungi kepentingan rakyat malah justru memeras mereka dengan menaikkan tarif sertifikat K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dari Rp275.000 menjadi Rp6 juta per sertifikat," kata Wijayanto dalam keterangan tertulisnya, dikutip pada Senin (25/8/2025).


Alih-alih memperbaiki birokrasi, Noel justru meneruskan praktik lama bahkan meminta bagian dari aliran dana korupsi. 


“Lebih ironis lagi, praktik tersebut melibatkan ASN hingga pejabat eselon II, dan dilakukan sejak bulan pertama ia menjabat,” ujar Wijayanto.


Ia menambahkan, banyak pihak meyakini posisi Wakil Menteri hanya dijadikan batu loncatan untuk melakukan korupsi.


Situasi ini, sambung Wijayanto, tidak berdiri sendiri. 


Pada saat bersamaan, Kementerian Agama juga tengah diperiksa KPK terkait kuota haji, sementara Kementerian Komunikasi dan Digital ditelisik terkait kasus perlindungan judi online.


“Korupsi telah mengakar, hingga muncul kesan bahwa pemerintah kita telah menjelma menjadi ‘Pemerintahan Wani Piro’: values (nilai-nilai) dibuang, digantikan value (nilai uang). Segalanya serba pragmatis dan transaksional,” ungkapnya.


Wijayanto menilai kondisi ini sangat berisiko bagi Presiden Prabowo, mengingat gaya kepemimpinannya yang identik dengan program masif, berbiaya tinggi, dan berdampak luas dalam waktu singkat.


Wijayanto mencontohkan program Makan Bergizi Gratis senilai Rp335 triliun per tahun, Program Kopdes Merah Putih, hingga target pembangunan 3 Juta Rumah.


“Bagaimana jika terjadi korupsi sistemik? Bagaimana jika masyarakat gagal membayar cicilan KPR bersubsidi? Yakinkah perbankan kita siap menghadapi tsunami kredit macet?” tanyanya.


Risiko tersebut, menurutnya, tidak serta merta muncul tahun ini, melainkan mungkin baru terasa pada 2027 atau 2028 saat kondisi ekonomi bisa jadi belum lebih baik dan Indonesia memasuki tahun politik.


"Pertanyaannya, apakah Pemerintah dan Presiden sudah mengantisipasi?” tegasnya.


Wijayanto juga mengingatkan bahwa pemerintah perlu menyesuaikan program dengan kapasitas fiskal dan kemampuan birokrasi agar tidak overstretched.


“Ada ribuan, bahkan puluhan ribu, ‘Noel’ di Indonesia. Keberadaan mereka memiliki daya rusak tinggi. Program yang baik dan mahal bisa menjadi buruk dan murahan,” jelasnya.


Ia pun menutup dengan peringatan keras: “Tidak perlu mengejar koruptor sampai ke Antartika, karena kebanyakan justru ada di ‘antar kita’. 


Presiden Prabowo perlu melakukan bersih-bersih sejak dini. 


Tertangkapnya Noel harus dimaknai sebagai alarm bahaya yang wajib segera direspons, jika tidak ingin bangsa kita celaka.”


Sumber: Fajar

Komentar