GELORA.ME - Penangkapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer (Noel) oleh KPK bukanlah sebuah kejutan yang datang tiba-tiba.
Bagi publik yang selama ini mengikuti jejak digitalnya, OTT ini terasa seperti sebuah babak akhir yang tak terelakkan dari drama arogansi seorang pejabat.
Jauh sebelum rompi oranye KPK membayang, Noel telah lebih dulu membangun citra sebagai figur yang impulsif dan tidak sensitif, dari mulai 'mengusir' WNI yang ingin bekerja di luar negeri hingga membentak petugas dengan kalimat legendaris, "Mas, saya Wakil Menteri!".
Kini, serangkaian kontroversi itu menjadi konteks pahit yang membingkai kasus korupsi yang menjeratnya, seolah menjadi bukti bahwa di mana ada arogansi kekuasaan, di situ pula potensi penyalahgunaannya mengintai.
Alih-alih tampil sebagai pejabat yang merangkul, gaya komunikasinya justru dinilai impulsif, arogan, dan sangat tidak sensitif terhadap konteks sosial.
Dari isu pekerja migran, CPNS yang mengundurkan diri, hingga arogansi saat sidak, inilah jejak digital dari tiga pernyataan paling kontroversial Wamenaker Noel yang membuatnya jadi bulan-bulanan netizen.
1. Polemik #KaburAjaDulu: Saat Wamenaker 'Usir' Warga Negaranya Sendiri
Pada Februari 2025, saat sentimen publik yang ingin bekerja di luar negeri menguat lewat tagar #KaburAjaDulu, respons Noel sungguh di luar dugaan.
Alih-alih menunjukkan empati atau menawarkan solusi, ia justru memberikan jawaban yang sangat menohok dan terkesan meremehkan.
"Hashtag-hashtag, enggak apa-apa lah, masa hashtag kami peduliin. Mau kabur, kabur aja lah. Kalau perlu jangan balik lagi," ujarnya.
Pernyataan ini sontak meledak.
Publik, terutama generasi muda yang merasa sulit mencari pekerjaan layak di dalam negeri, merasa "diusir" oleh pejabatnya sendiri.
Kalimat "jangan balik lagi" dianggap sebagai puncak dari arogansi dan ketidakpedulian pemerintah terhadap aspirasi warganya.
2. Sidak Pekanbaru: "Mas, Saya Wakil Menteri!"
Arogansi kekuasaan kembali dipertontonkan saat Noel melakukan sidak ke sebuah perusahaan di Pekanbaru pada April 2025.
Dalam sebuah interaksi yang terekam, ia terdengar membentak seorang petugas atau karyawan dengan kalimat yang menunjukkan superioritas jabatannya.
"Mas, saya Wakil Menteri!"
Kalimat singkat ini sarat akan makna.
Publik membacanya sebagai upaya untuk mengintimidasi dan mendapatkan perlakuan khusus hanya karena statusnya sebagai pejabat tinggi.
Ini adalah contoh klasik dari mentalitas "priyayi" yang seharusnya sudah terkikis di era reformasi, di mana seorang pejabat seharusnya melayani, bukan minta dilayani.
3. Isu 1.967 CPNS Mundur: Gagal Paham Konteks Generasi Muda
Ketika data menunjukkan ada 1.967 CPNS yang lulus seleksi memilih mengundurkan diri, Noel kembali mengeluarkan pernyataan yang dinilai gagal paham.
Ia menyalahkan para pelamar tersebut karena dianggap tidak siap ditempatkan di mana saja dan mundur seenaknya.
"Menurutnya, pelamar yang sudah diterima seharusnya siap ditempatkan di mana saja. Bukannya malah mundur seenaknya," bunyi pernyataannya.
Komentar ini dianggap tidak sensitif terhadap realita yang dihadapi CPNS, seperti penempatan di daerah terpencil dengan gaji yang tidak sepadan, fasilitas minim, atau deskripsi pekerjaan yang tidak sesuai.
Alih-alih mengevaluasi sistem rekrutmen dan penempatan PNS, Noel justru menyalahkan para pesertanya, menunjukkan jarak yang begitu jauh antara pembuat kebijakan dengan realitas di lapangan.
Serangkaian pernyataan ini membentuk sebuah pola yang konsisten: seorang pejabat yang terlihat lebih suka berkonfrontasi daripada berdialog, lebih mengedepankan kuasa daripada empati.
Menurut Anda, apakah gaya komunikasi Wamenaker Noel ini adalah sebuah ketidaksengajaan, atau memang cerminan dari arogansi kekuasaan?
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Harga dan Spesifikasi Ducati Multistrada: Moge Rp418 Juta Milik Noel JoMan yang Disita KPK
KACAU! Wamenaker Noel Ternyata Tukang Palak, KPK Sebut Kasusnya Terjadi Lama: Nilainya Cukup Besar
Lampu Hijau! Kader Partai Golkar Dukung Tutut Soeharto Gantikan Bahlil Lahadalia
Noel Ditangkap KPK, Pengaruh Sihir Jokowi Sirna