Para Terlapor Kasus Ijazah Tak Gentar, Dokter Tifa: Jokowi Ketakutan karena Salah Pilih Lawan

- Kamis, 14 Agustus 2025 | 00:50 WIB
Para Terlapor Kasus Ijazah Tak Gentar, Dokter Tifa: Jokowi Ketakutan karena Salah Pilih Lawan


GELORA.ME -
Pakar Neuroscience Behavior Dokter Tifauzia Tyassuma atau yang dikenal dengan nama dokter Tifa yang turut diperiksa terkait kasus ijazah Joko Widodo menyebut bahwa Jokowi saat ini sedang ketakutan.

Pasalnya, sebanyak 12 orang yang sering dinarasikan sebagai calon tersangka, semuanya menyatakan tidak gentar

Mereka berniat untuk terus melawan dan membuktikan keyakinannya terkait keaslian ijazah Jokowi

"Jokowi ketakutan karena salah pilih lawan. Dia tidak mengira 12 tokoh yang dia kriminalisasi bukan lawan sembarangan, termasuk mantan Ketua KPK, Abraham Samad," tulis dokter Tifa dikutip Warta Kota dari akun X pribadinya, Rabu (13/5/2025)

Menurut Tifa, Jokowi tak mengira 12 tokoh yang dilaporkan tak gentar bahkan akan memberikan perlawanan.

"Dan dia juga tidak mengira bahwa perlawanan 12 tokoh ini begitu garang dan 93 persen masyarakat berada bersama para tokoh yang dikriminalisasi.  Apalagi RRT - Roy Rismon Tifa melawan dengan buku JOKOWI'S WHITE PAPER yang isinya penelitian tentang dugaan ijazah palsu ini sulit dibantah," katanya

Karena semuanya melawan, Tifa menyebut Jokowi sempat mengaku tak pernah melaporkan sosok tertentu, melainkan melaporkan dugaan pencemaran nama baik.

"Makanya, dia ngeles dengan mengatakan bahwa dia tidak melaporkan orang, tetapi melaporkan peristiwa, yaitu pencemaran nam baik dan fitnah. Ini artinya apa? Artinya sama dengan tabiat dia selama ini, Lempar batu sembunyi tangan!"

"Artinya dia melemparkan tanggungjawab pemanggilan 12 tokoh ini kepada polisi. Inilah lagi-lagi Jokowi mempertontonkan jiwanya yang pengecut dan lari dari tanggungjawab. Sekarang ini segenap komponen masyarakat sudah diam-diam bergerak di seluruh daerah, di lapisan bawah, di kalangan akademisi dan mahasiswa, di kalangan para Tokoh Lintas Agama, di kalangan para Habaib, di kalangan buruh, emak-Emak, semua siap turun ke jalan, jika Jokowi memaksa 12 tokoh ini dipenjarakan," paparnya

Dia menilai, 'pembungkaman' terhadap 12 tokoh merupakan hal sia-sia dan tidak seharusnya dilakukan

"Sudah cukup korban ijazah palsumu dua pahlawan; Bambang Tri dan Gus Nur. Jangan lagi kau tambahkan korban kriminalisasimu dengan niatmu membungkam 12 tokoh. Percuma! Terbongkarnya Ijazah palsumu adalah ulahmu sendiri, mulutmu sendiri," ungkapnya

Abraham Samad Diperiksa 10 Jam


Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, rampung menjalani pemeriksaan selama hampir 10 jam oleh penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya sebagai saksi terlapor dalam kasus tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Rabu (13/8/2028).

Berdasarkan pantauan Wartakotalive.com, Abraham bersama tim kuasa hukum keluar dari Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pukul 20.00 WIB.

Kuasa hukum Abraham Samad, Daniel Winarta menyebut, kliennya mendapat 56 pertanyaan dari penyidik.

Namun, ia menyayangkan beberapa hal dalam pemeriksaan kali ini.

"Ya pada intinya ada beberapa pertanyaan yang disampaikan berkaitan dengan kasus ijazah palsu dan juga sebetulnya berkaitan dengan banyak hal yang berkaitan dengan podcast ya. Namun kami menyayangkan beberapa hal," ujar Daniel, usai pemeriksaan, Rabu malam.

"Pertama, kebanyakan pertanyaan justru keluar dari kejadian ataupun waktu kejadian dan tempat kejadian yang sudah tertuliskan dalam surat panggilan," sambungnya.

Sebagian besar pertanyaan justru keluar dari tempus dan locus delicti yang tercantum dalam surat panggilan, yakni tanggal 22 Januari 2025.

Banyak pertanyaan tidak relevan dengan waktu dan tempat kejadian yang disebutkan.

Daniel menduga, hal tersebut sarat dengan nuansa kriminalisasi dan berpotensi menjadi bentuk pengekangan terhadap kebebasan berekspresi di ruang digital.

Abraham Samad pun menyampaikan hal senada, yang dinilainya banyak pertanyaan justru mengarah pada isi podcast yang ia buat, termasuk wawancaranya dengan sejumlah tokoh seperti Roy Suryo, Dr Tifa, dan Rizal Fadila.

"Jadi hampir sebagian besar pertanyaan diarahkan ke sana. Oleh karena itu, sebenarnya kami agak sesalkan karena kalau dilihat dari surat panggilan tempus locus delicti-nya itu tanggal 22 Januari," ucap Abraham.

"Tapi itu tidak terlalu banyak dielaborasi. Karena kenapa saya katakan tidak terlalu banyak dielaborasi? Karena kalau berpatokan pada tanggal 22 Januari 2025, sebenarnya bisa dipastikan saya tidak bisa dimintai keterangan sebagai saksi. Karena saya tidak mengetahui peristiwa itu, tidak melihat dan tidak merasakan," sambungnya.

Lebih lanjut, Samad menilai proses pemeriksaan yang tidak sesuai dengan isi surat panggilan melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Karena tidak sesuai dengan surat panggilan, mengenai tempus dan locus delicti-nya. Selain tidak sesuai dengan KUHAP, dia juga melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia," tuturnya.

"Tapi walaupun demikian, kami tetap menandatangani BAP tadi yang terdiri dari 24 rangkap," sambung Abraham. 

Abraham Samad sebelumnya memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya dalam kasus tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Rabu (13/8/2028).

Pantauan Wartakotalive.com di lokasi, Abraham beserta rombongan tiba di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pukul 10.32 WIB. Ia hadir dalam kapasitasnya sebagai saksi terlapor.

Terdengar lagu 'Maju Tak Gentar' dinyanyikan rombongan yang dipimpin salah seorang wanita dengan menggunakan toa.

Banyak yang mendampingi kedatangan Abraham, mulai eks Wakil Ketua KPK Saut Situmorang serta Said Didu yang merupakan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu. 

Tampak pula sejumlah aktivis dari LBH Jakarta, YLBHI, Kontras, LBH Pers, IM 57 hingga LBH-AP Muhammadiyah.

Abraham menuturkan, kehadirannya di hadapan aparat penegak hukum sebagai bentuk kepatuhan terhadap proses hukum sekaligus contoh kepada masyarakat.

“Sebagai warga negara, saya datang memenuhi panggilan ini agar masyarakat melihat bahwa tidak ada satupun warga yang memiliki privilese terhadap hukum. Equal justice under law,” kata Abraham, kepada wartawan, Rabu.

Menurut Abraham, pemanggilan dirinya bukan soal pribadi, melainkan konsekuensi dari aktivitasnya selama ini dalam menyuarakan edukasi publik melalui media digital. 

Ia menegaskan, podcast yang dikelolanya berisi diskusi yang mendidik serta memberikan pemahaman hukum dan demokrasi kepada masyarakat.

“Kalau apa yang selama ini saya lakukan lewat podcast dianggap punya nilai pidana, maka ini adalah bentuk kriminalisasi dan upaya pembungkaman kebebasan berpendapat dan berekspresi,” tegasnya.

Abraham juga menilai, proses hukum yang dijalankan terhadap dirinya berpotensi mempersempit ruang demokrasi di Indonesia. 

Ia menyebut, hal ini merupakan ancaman serius terhadap masa depan kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi.

Terkait apakah konten podcast-nya menyinggung soal ijazah Joko Widodo, Abraham tidak menjawab secara spesifik. 

Ia hanya menekankan, semua konten yang dipublikasikan bersifat edukatif dan tidak mengandung unsur tudingan pribadi.

“Silakan tonton sendiri. Isinya adalah edukasi, diskusi yang memberikan pencerahan tentang hak dan kewajiban masyarakat yang dilindungi hukum,” kata Abraham. 

Sebelumnya, kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi kian melebar.

Said Didu duga aparat dikendalikan 'Geng Solo'


Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, melontarkan kritik tajam terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia. 

Said menyinggung dugaan masih kuatnya pengaruh mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap aparat penegak hukum.

Hal ini disampaikannya saat mendampingi eks Ketua KPK Abraham Samad sebelum diperiksa sebagai saksi terlapor terkait kasus tudingan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi) di Mapolda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (13/8/2025).

Menurut Said, pemanggilan Abraham terkait pernyataannya dalam acara podcast menunjukkan hukum masih berpihak dan dikendalikan oleh kepentingan politik tertentu.

"Hari ini, saya pikir, ini adalah simbol mantan Presiden Joko Widodo, masih simbol kekuasaan Joko Widodo, masih sangat berpengaruh kepada penegak hukum," ujar Said Didu.

Baca juga: Soal Kemungkinan Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Ini Jawaban Tegas Eks Ketua KPK Abraham Samad

"Faktanya, simbol perjuangan kita, salah satu pejuang kita, Abraham Samad dipanggil dalam rangka kasus dengan Joko Widodo. Artinya, aparat hukum sepertinya masih dalam kendali Solo. Itu Fakta. Karena, bayangkan, Abraham Samad hanya podcast langsung dipanggil terkait dengan ijazah Joko Widodo," sambungnya. 

Ia mempertanyakan sampai kapan kondisi tersebut akan berlangsung dan menuding aparat hukum digunakan untuk membungkam pihak-pihak yang berseberangan dengan mantan Presiden tersebut.

“Apakah menunggu Jan Ethes, cucunya, jadi Presiden? Baru aparat hukum berhenti menjadi alat daripada Joko Widodo," tutur Said Didu.

Said juga menyinggung sejumlah tokoh yang menurutnya mengalami kriminalisasi karena mengkritik atau mempertanyakan legalitas dokumen mantan Presiden, khususnya terkait isu ijazah.

Pernyataan ini menjadi bagian dari kritik yang lebih luas terkait dugaan keberlanjutan pengaruh kekuasaan pasca pemerintahan Jokowi, yang oleh sebagian pihak disebut sebagai bentuk “dinasti politik.”

"Nah, kita sudah 10 tahun lebih, betul-betul aparat hukum itu digunakan untuk memenjarakan atau menangkap siapa pun yang berbeda dengan Joko Widodo. Berapa teman kita yang sudah keluar masuk penjara hanya karena aparat hukum betul-betul memihak kepada Joko Widodo? Berapa orang dipenjara hanya mempersoalkan ijazah Joko Widodo?," ucap dia.

"Apakah semua rakyat Indonesia akan dipenjara demi Joko Widodo? Kalau ini berlanjut, saya nyatakan hari ini adalah hari pernyataan perang semesta melawan dinasti Solo yang masih mengangkangi aparat hukum," lanjutnya.

Sumber: wartakota

Komentar