Pemindahan administrasi wilayah ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025, yang kini memicu polemik antara Aceh dan Sumatera Utara.
Jimly menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek budaya dan sejarah dalam menentukan status wilayah, bukan hanya garis administratif atau geografis.
“Garis budaya dan historis jauh lebih penting daripada garis administratif dan geografis. Secara ekonomi juga, semuanya milik NKRI,” kata Jimly.
Keputusan Mendagri Tito Karnavian ini dianggap tidak hanya memicu kekecewaan di kalangan masyarakat Aceh, tetapi juga membuka ruang bagi potensi perpecahan sosial dan politik yang lebih luas.
Kebijakan ini juga berpotensi menimbulkan ketegangan antarprovinsi. Khususnya antara Aceh dan Sumut, serta antara Aceh dan pemerintah pusat.
Pernyataan Jimly menambah daftar tokoh yang mengkritisi keputusan Kemendagri dan mendorong penyelesaian sengketa ini dengan prinsip keadilan dan pendekatan kekeluargaan
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Kejagung Bantah Isu Penarikan Jaksa dari KPK: Itu Fitnah
AKBP Basuki Tersangka Kematian Dosen Untag Semarang: Kronologi & Sanksi PTDH
Jokowi Memaafkan 9 Tersangka Ijazah Palsu, 3 Nama Ini Tetap Diproses Hukum
Gatot Nurmantyo Kritik Perpol 10/2025: Upaya Bangun Superbodi yang Tantang Konstitusi?