GELORA.ME - Hubungan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI Prabowo Subianto diprediksi akan semakin menjauh dan panas.
Larangan Megawati Soekarnoputri untuk kader PDIP tidak ikut retret Kepala Daerah disinyalir menjadi sinyal kuat PDIP untuk oposisi 100 persen dengan pemerintahan Prabowo Subianto.
Hal itu diamati dosen komunikasi politik Universitas Brawijaya, Verdy Firmantoro seperti dimuat Kompas.com pada Minggu (23/2/2025).
Verdy menilai langkah Megawati sebagai strategi simbolis untuk menegaskan bahwa otoritas utama kepala daerah bukanlah presiden, melainkan partai pengusung.
"Ini mengandung pesan simbolis bahwa kesetiaan politik dimaknai tegak lurus partai, sekaligus memperkuat dominasi partai atas kader-kadernya di pemerintahan daerah," ujar Verdy.
Lebih lanjut, Verdy menyebut instruksi tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk perlawanan politik, terutama dalam konteks penahanan Hasto oleh KPK.
"Hal itu menunjukkan diferensiasi politik dan menjaga loyalitas kader terhadap partai," ucapnya.
Ombudsman Dalami Dugaan Pemecatan Vokalis Sukatani Novi Citra Sebagai Guru SD
Hal ini bisa menjadi strategi untuk menekan pemerintah terkait kebijakan yang mungkin dianggap tidak sejalan dengan kepentingan partai.
Senada dengan Verdy, pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menilai langkah Megawati ini bisa menjadi sinyal PDIP untuk bergerak menuju oposisi.
"Jika dalam 100 hari masa kerja Prabowo, geliat oposisi masih moderat, maka kebijakan menarik kader mereka dari retret adalah pernyataan terbuka untuk oposisi keras PDIP," ujar Ray.
Artikel Terkait
Kritik Didik Rachbini ke Wamen Stella: Solusi Atasi Ketidakadilan Kuota PTN vs PTS
Polisi Persilakan Roy Suryo Ajukan Praperadilan Kasus Ijazah Jokowi: Update Lengkap
Presiden Prabowo Tinjau Perbaikan Jalan Lembah Anai Sumbar, Pastikan Akses Vital Pulih
Kritik untuk Gibran: Wapres Dinilai Harus Beri Dukungan Nyata ke Prabowo, Bukan Cuma Pidato