Banjir Bandang Sumatera: Penyebab, Dampak, dan Tuntutan Hukum bagi Perusahaan

- Minggu, 07 Desember 2025 | 10:50 WIB
Banjir Bandang Sumatera: Penyebab, Dampak, dan Tuntutan Hukum bagi Perusahaan
  • Sinar Mas (Wijaya Family): 4,4 juta hektar di Sumatera.
  • APP (pulp/HTI): 2,6 juta hektar.
  • Royal Golden Eagle – Sukanto Tanoto: 2,6 juta hektar.
  • April (pulp/HTI): 1,5 juta hektar.
  • Salim Group (melalui Lonsum & SIMP): 111.367 hektar.

Izin-izin konsesi skala besar banyak dikeluarkan pada periode menteri tertentu, menimbulkan pertanyaan tentang keseriusan penegakan hukum dan pengawasan.

Tuntutan Pertanggungjawaban dan Penegakan Hukum

Negara memiliki tanggung jawab untuk menindak tegas para pihak yang menyebabkan kerusakan ini. Pertanggungjawaban tidak hanya dibebankan pada menteri yang sedang menjabat, tetapi juga mantan pejabat serta kepala daerah yang memberikan "karpet merah" bagi perusakan lingkungan. Opsi hukum yang harus dipertimbangkan meliputi:

  1. Tuntutan Pidana: Menjerat para pemilik konsesi dan pemberi izin yang lalai sebagai pelaku kejahatan lingkungan yang berakibat pada hilangnya nyawa.
  2. Tuntutan Perdata: Para korban berhak menuntut ganti rugi material dan immaterial yang langsung ditanggung oleh perusahaan pelaku, bukan oleh pemerintah atau uang rakyat.

Revisi terhadap UU Kehutanan dan UU Minerba juga mendesak untuk dilakukan, guna memberikan payung hukum yang lebih kuat bagi masyarakat korban dan sanksi yang lebih berat bagi perusak lingkungan.

Refleksi Akhir: Menjaga Khalifah di Bumi

Banjir bandang di Sumatera ini harus menjadi momentum perenungan dan perubahan holistik. Sebagai khalifah di muka bumi, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga harmoni dengan sesama (hablun minannaas) dan dengan alam lingkungan (hablun minal`aalam). Hanya dengan prinsip good governance dan penegakan hukum yang adil, pembangunan yang berkelanjutan dan masyarakat yang sejahtera dapat terwujud.

Agus Wahid adalah seorang Analis Politik dan Pembangunan.

Halaman:

Komentar