Banjir Bandang Sumatera: Tragedi Ekologis dan Pertanggungjawaban Hukum
Oleh: Agus Wahid
Banjir bandang yang secara bersamaan melanda daratan Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh merupakan bencana dengan dampak yang luar biasa dahsyat. Kerusakan yang terjadi tidak hanya menimpa ratusan nyawa manusia dan pemukiman, tetapi juga menghancurkan infrastruktur serta keanekaragaman hayati. Peristiwa ini lebih dari sekadar bencana alam; ini adalah sebuah tragedi ekologis yang memerlukan penyelidikan mendalam.
Banjir sebagai "Pembantaian" Terstruktur dan Kejahatan Lingkungan
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banjir ini memiliki karakteristik yang terstruktur, sistematis, dan masif. Dampaknya yang menyapu bersih segala bentuk kehidupan layak disebut sebagai sebuah "pembantaian" oleh alam. Tragedi ini tidak hanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, tetapi juga kejahatan terhadap ekosistem dan kejahatan kosmologis yang konsekuensinya akan dirasakan oleh generasi mendatang berupa krisis iklim dan lingkungan.
Akar Masalah: Pembalakan Hutan dan Alih Fungsi Lahan
Pertanyaan mendasar adalah: siapa perancang krisis ekologis ini? Jawabannya mengerucut pada aktivitas pembalakan hutan dan alih fungsi lahan secara masif. Gerakan semacam ini mustahil dilakukan oleh rakyat kecil. Pelaku utamanya adalah perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi dengan izin konsesi dari pemangku kebijakan.
Data Konsesi dan Pemegang Izin
Data dari Kementerian Kehutanan mengungkap kepemilikan konsesi yang sangat luas oleh sejumlah konglomerasi, seperti:
Artikel Terkait
Ayu Puspita Janji Refund 3 Minggu, Saldo Rekening Cuma Rp463 Ribu: Korban WO Rugi Rp19,3 Miliar
Kasus WO Ayu Puspita: Polisi Pastikan Pelaku APD Tidak Dilepas, Kerugian Korban Capai Rp82 Juta
Bupati Aceh Selatan Pergi Umrah Saat Banjir, DPR Minta Kemendagri Beri Sanksi Tegas
Prabowo Sindir Bupati Aceh Selatan Mirwan MS Pergi Umroh Saat Banjir, Disebut Desersi