Gus Ulil justru mempertanyakan urgensi mengembalikan ekosistem ke kondisi awal. Ia menganalogikannya dengan lahan bermain masa kecilnya yang kini berubah menjadi perumahan karena dinamika populasi.
Lebih lanjut, Gus Ulil menyebut sikap aktivis lingkungan yang ekstrem sebagai "Wahabisme Lingkungan". Ia mengibaratkannya dengan puritanisme teks dalam agama.
“Teman-teman lingkungan ini yang terlalu ekstrem yang mengatakan bahwa industri ekstraksi selalu pada dirinya adalah dangerous dan berbahaya,” ujarnya. Gus Ulil berpendapat bahwa sumber daya alam adalah anugerah Tuhan untuk dikelola dan dimanfaatkan bagi manusia, termasuk untuk lapangan pekerjaan.
Sanggahan dari Greenpeace: Daya Dukung Lingkungan Terbatas
Iqbal Damanik menyanggah dengan menekankan konsep daya dukung lingkungan. Ia menyatakan bahwa kuota deforestasi di Indonesia sudah sangat menipis dan tidak semua wilayah boleh diekstraksi terus-menerus.
“Ada batas atas, tidak semua hal harus kita ekstraksi. Ada juga anugerah di muka bumi yang harus kita wariskan kepada anak cucu kita,” pungkas Iqbal, menekankan pentingnya keberlanjutan dan keadilan antar generasi.
Debat sengit ini menyisakan polemik di publik, yang berujung pada serangan yang diterima Gus Ulil. Isu ini menyoroti ketegangan abadi antara pembangunan ekonomi, pemanfaatan sumber daya alam, dan kelestarian lingkungan di Indonesia.
Artikel Terkait
Kepala BNPB Minta Maaf ke Bupati Tapsel: Analisis Lengkap & Respons Banjir Bandang Sumatera
Masyarakat Adat Desak Prabowo Copot Bahlil dan Raja Juli Atas Tambang Ilegal Picu Bencana Sumatera
Impor Beras 2025: 364.300 Ton untuk Kebutuhan Khusus & Industri, Kementan Pastikan Tak Ganggu Harga Petani
Bencana Banjir Sumatra: Alasan Prabowo Belum Tetapkan Status Bencana Nasional