"Beliau membawa bangsa ini pada masa swasembada pangan dan diakui secara internasional, bahkan berpidato di forum FAO sebagai bukti pengakuan dunia terhadap Indonesia," tambah Makroen.
Filosofi Jawa dalam Menilai Pemimpin
Makroen juga mengingatkan pentingnya menghargai jasa para pemimpin dengan mengutip filosofi Jawa "mikul ndhuwur, mendem njero".
"Tidak ada manusia yang sempurna, tapi kalau kita hanya mencari kesalahan masa lalu, bangsa ini tidak akan maju. Sejarah itu cermin pembelajaran, tapi arah kita tetap ke depan," pungkasnya.
Dukungan dari Tokoh NU
Pendapat senada disampaikan oleh Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan tokoh NU, KH Arif Fahrudin. Menurutnya, kunci kepahlawanan terletak pada dua hal utama: jasa dan pengorbanan.
Berkaitan dengan hal tersebut, ia menilai Soeharto adalah figur yang memenuhi kriteria tersebut karena telah berjuang sejak masa revolusi hingga menjadi presiden yang membawa stabilitas nasional.
"Beliau berjuang sejak prakemerdekaan, masa transisi, sampai memimpin Indonesia. Sosok yang konsisten menjaga keutuhan bangsa dan membangun dasar kemajuan nasional," jelas KH Arif Fahrudin.
Dengan pandangan dari kedua tokoh organisasi Islam terbesar ini, wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto semakin mendapatkan pertimbangan yang mendalam dari berbagai perspektif.
Artikel Terkait
Tuan Rondahaim Saragih Garingging: Pahlawan Nasional Pertama Simalungun 2025
Fakta WA Group Najeela Shihab di BAP Nadiem & Proyek Laptop Rp 9,3 T Bermasalah
OTT KPK di Ponorogo: Bupati Sugiri, Sekda, dan Peran Misterius Indah Pertiwi
Mahfud MD Bantah Tegas Pernyataan Ijazah Jokowi Asli, Sebut Berita Bohong