Bivitri juga menyoroti strategi pengusulan nama Soeharto yang disandingkan dengan tokoh lain, seperti Marsinah. Ia menilai hal ini dapat mengaburkan fakta sejarah dan membuat proses penolakan oleh masyarakat menjadi lebih sulit.
Lebih lanjut, Bivitri mengingatkan dampak jangka panjang dari pemberian gelar ini terhadap legitimasi perubahan konstitusi. Amandemen UUD 1945 pascareformasi lahir sebagai koreksi terhadap sistem kekuasaan yang terlalu besar di era Orde Baru.
"Saya khawatir langkah ini menjadi pembenaran untuk mengubah kembali konstitusi. Kalau Soeharto dijadikan pahlawan, nanti bisa saja muncul argumen, 'Soeharto saja dipilih tujuh kali, kenapa tidak boleh lagi?' Itu yang berbahaya bagi masa depan demokrasi kita," pungkasnya.
Artikel Terkait
Banjir Bandang Aceh Tamiang 2025: Permukiman Hilang Tertimbun Kayu Gelondongan
Pencabutan Izin Tambang di Indonesia: Hanya Ganti Nama, Eksploitasi Tetap Berjalan?
Ray Rangkuti Kritik Keras Tito Karnavian Soal Bantuan Malaysia: Analisis Lengkap
61 Tentara Israel Bunuh Diri Sejak Perang Gaza, Angka Mencengangkan Terungkap