Analisis Kerugian Kereta Cepat Whoosh dan Solusi Demokratisasi BUMN
Isu kerugian operasional dan dugaan mark-up biaya investasi Kereta Cepat Whoosh (KCJB) kembali mencuat. Mantan Presiden Joko Widodo membalas kritik dengan menyebut kerugian BUMN tersebut wajar karena proyek ini memiliki keuntungan sosial. Pernyataan ini dinilai berbahaya karena menormalisasi kerugian uang rakyat dengan dalih manfaat sosial yang tidak terukur.
Whoosh: Monumen Ambisi, Bukan Solusi Publik
Proyek kereta cepat Whoosh dinilai lahir bukan dari kebutuhan transportasi riil masyarakat, melainkan dari ambisi politik dan kebanggaan teknologi. Dalih keuntungan sosial karena mempercepat mobilitas menjadi tidak relevan mengingat harga tiket yang mahal, jaringan terbatas, dan akses yang hanya menjangkau segelintir kelompok menengah atas. Menyebut Whoosh bermanfaat secara sosial dianggap mengabaikan realitas masyarakat.
Skema Bermasalah: Rakyat Menanggung Risiko, Elite yang Mengontrol
Pembiayaan proyek Whoosh yang menggabungkan Penyertaan Modal Negara (PMN), pinjaman luar negeri, dan investasi BUMN menempatkan seluruh risiko pada pundak rakyat. Namun, kontrol atas proyek justru berada di tangan elite. Saat kerugian terjadi, rakyat diminta memaklumi, sementara para pengambil keputusan terlepas dari tanggung jawab.
Kondisi BUMN Indonesia: Tercekik Utang dan Ancaman Dilusi
Tekanan kerugian dan defisit arus kas tidak hanya menimpa KCJB. Data menunjukkan, dari 47 BUMN pada 2024, 7 di antaranya merugi. Total aset BUMN Rp10.950 triliun dengan utang mencapai Rp7.506 triliun, atau dua kali lipat dari modal sendiri. Beban utang dan bunga yang tinggi menyedot potensi keuntungan untuk negara dan mengancam kepemilikan saham negara melalui dilusi.
Laba BUMN yang disetor ke negara juga banyak bergantung pada sektor perbankan, yang justru banyak menerima subsidi dan penempatan dana pemerintah. Kasus seperti Garuda Indonesia, Jiwasraya, dan Whoosh menjadi cermin kegagalan sistemik tata kelola BUMN, yang diperparah dengan menurunnya transparansi keuangan.
Artikel Terkait
Aksi Nasional Guru Madrasah 30 Oktober 2025: Tuntutan Honorer yang Tak Bisa Diabaikan
Mengapa Prabowo Diam? Strategi Politik di Balik Isu Ijazah Jokowi yang Kembali Viral
Menteri Keuangan Pamer Topi 8%, Ini Strategi Pemerintah Pacu Pertumbuhan Ekonomi
Kongres III Projo 2025: Bakal Jadi Partai Politik atau Tetap Sebagai Relawan?