Menteri Agama: Pemberitaan Kejahatan Seksual di Pesantren Dibesar-besarkan Media
Menteri Agama Nasaruddin Umar menilai media massa telah memberitakan kasus kejahatan seksual di lingkungan pesantren secara berlebihan. Menurutnya, temuan kasus di lapangan tidak seheboh pemberitaan yang selama ini muncul.
“Adanya kejahatan seksual di pondok pesantren yang dibesar-besarkan oleh media, padahal itu hanya sedikit jumlahnya,” ujar Nasaruddin di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Menurutnya, pemberitaan tersebut menjadi momok berat bagi pondok pesantren di Indonesia. Nasaruddin khawatir hal ini dapat merusak reputasi lembaga pendidikan berbasis agama yang telah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Fakta Kasus Kekerasan Seksual di Beberapa Pesantren
Berdasarkan penelusuran Tempo, salah satu kasus pelecehan seksual yang mendapat sorotan publik dilakukan oleh seorang guru di pesantren daerah Ciamis, Jawa Barat. Guru berinisial NHN diduga memperkosa seorang santri perempuan sejak November 2024 hingga Februari 2025. Korban pertama kali mengalami pelecehan saat masih duduk di kelas VIII SMP atau di bawah umur. Kasus ini terungkap pada Juni lalu dan pelaku telah diproses oleh Polres Ciamis.
Selain itu, pada April kemarin, terjadi pula kekerasan seksual dan pencabulan terhadap santri di pondok pesantren di Tulungagung, Jawa Timur. Seorang pria berinisial AIA (26 tahun) ditetapkan sebagai tersangka karena mencabuli sejumlah santri.
Sementara itu, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta dalam laporan yang dipublikasikan pada Juli lalu mengungkap bahwa santri laki-laki justru lebih rentan mengalami kekerasan seksual dibanding santri perempuan.
Artikel Terkait
Jusuf Hamka Menggugat Hary Tanoe di Pengadilan: Pengakuan Pahit Korban Kezaliman Bisnis
Yusuf Muhammad Kritik Respons Gibran Soal CPNS: Dinilai Kosong dan Minim Optimalisasi
Dharma Pongrekun: Ingin Jadi Polisi yang Baik, Tapi Sistemnya Menghadang?
Dina Meninggal, Fitnah Heryanto Menghantui: Fakta atau Rekayasa?