Gelombang protes di Nepal kian membara. Ribuan massa kembali turun ke jalan dan membakar gedung parlemen di ibu kota Kathmandu, hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri KP Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya.
Kerusuhan ini bermula dari keputusan pemerintah yang sempat melarang 26 platform media sosial, termasuk Facebook dan Instagram. Dalihnya, untuk mencegah hoaks, ujaran kebencian, dan penipuan daring.
Namun, kebijakan itu justru memantik kemarahan publik, terutama anak muda yang menggantungkan hidup pada media sosial untuk hiburan, berita, hingga bisnis.
Meski larangan tersebut buru-buru dicabut pada Senin malam, api protes sudah terlanjur membesar. Gelombang kemarahan rakyat kini menjelma menjadi gerakan antikorupsi yang menargetkan elite politik Nepal. Militer menuding demonstran memanfaatkan situasi untuk merusak, menjarah, dan membakar fasilitas publik maupun properti pribadi.
Fenomena di Nepal ini ikut ditanggapi politisi Partai Demokrat, Andi Arief. Ia mengingatkan agar anak-anak muda di Indonesia tidak meniru aksi brutal seperti di Kathmandu.
“Anak-anak Gen Z Indonesia jangan meniru gerakan anarkis dan brutal seperti di Nepal. Tirulah seperti aksi 212, jumlahnya jutaan dan damai. Apalagi kalau cuma mau menuntut 17 8,” ujarnya lewat akun x, seperti dikutip redaksi di Jakarta, 10 September 2025.
Sebagai latar, gelombang protes di Indonesia sebelumnya juga merebak pada 25 Agustus hingga 1 September 2025. Dari rangkaian demonstrasi itu lahirlah sebuah daftar aspirasi yang dikenal dengan sebutan 17 8 Tuntutan Rakyat.
Sumber: rmol
Foto: Sejumlah influencer nasional menyerahkan dokumen tuntutan 17 8. (Foto: RMOL/Raiza Andini)
Artikel Terkait
3 Fakta Viral Tanggul Beton Misterius di Laut Cilincing Ganggu Nelayan, Bukan Proyek Pemerintah?
Tangis Ibu Delpedro Pecah di Rutan Polda Metro: Anak Saya Bukan Maling!
HEBOH! Beredar Daftar 7 Nama Bakal Dilantik Jadi Menteri dan Wamen, Ada Grace Natalie Hingga Dudung Abdurachman
Menkeu Purbaya Klarifikasi Soal Anaknya yang Viral: Dia Masih Kecil